Abu
Nashr al-Sarraj (w. 378 H/988 M) berasal dari kota Tus, Khurasan, Iran. Dalam
kitabnya al-Luma’ al-Sarraj membahas maqam kefakiran dan membaginya
menjadi tiga kategori, yaitu; kefakiran bagi golongan para pemula dalam
perjalanan tasawuf (salik) atau murid, kefakiran bagi orang-orang
khusus, dan kefakiran bagi golongan khusus dari yang khusus, yaitu orang-orang
yang telah memiliki pengetahuan mistik, atau para ‘arif di jalan Allah yang
telah menemukan jalan keutamaan (al-wajidin).
Kategori fakir yang pertama adalah
kefakiran orang-orang yang telah menyingkirkan seluruh kepemilikan dari diri
mereka dan tidak meminta apapun dari makhluk. Kategori fakir yang kedua
merupakan kefakiran orang-orang yang telah menafikan, meniadakan segala sesuatu
selain Dia. Jika mereka terus menerus mendapatkan sesuatu, maka mereka tak akan
membuat alasan apa pun untuk menolaknya. Mereka juga tidak berusaha untuk
menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka fakir. Mereka senantiasa berupaya
untuk menyembunyikan penderitaan atau kesengsaraan yang mereka rasakan. Jika
mereka memiliki sesuatu yang ditolak oleh orang-orang fakir kategori pertama,
tetap mereka tidak pernah merasa terikat kepada apa yang mereka miliki itu.
Memang agak sulit untuk dipahami, tetapi kefakiran kategori ketiga jauh lebih
sulit lagi untuk dipahami. Kategori-kategori itu semakin sulit dan rumit ketika
seseorang melampaui kategori demi kategori. Orang-orang yang termasuk dalam
kategori ketiga akan menerima sesuatu dari teman dekat sebagai “pemberian
cuma-cuma” tanpa merasa terikat sedikitpun kepada pemberian itu. Mereka juga
“menafikan, meniadakan diri dari segala sesuatu dan melibatkan diri dari dalam
segala sesuatu demi orang lain, bukan demi dirinya sendiri.” Ketika seseorang
telah mencapai tingkatan ini, mempersembahkan kehidupannya “bagi orang lain”,
fakir dari dirinya sendiri, bahkan ia fana’ dari kefakiran itu sendiri, tidak
merasa bahwa ia fakir, maka ketika itu ia telah siap untuk memasuki tingkatan
berikutnya, yaitu maqam shabat. Dan dari maqam shabar meningkat menjadi maqam
tawakal, maqam ridla. Adapun maqam sebelum maqam kefakiran, atau maqam-maqam yang
harus ditempuh oleh seorang salik, seorang sufi dimulai maqam taubat, maqam
wara’, maqam zuhud dan barulah maqam kefakiran tersebut.[1]
1 komentar:
terimakasih untuk bapak kaum fakir (abu nasr as-saraj)
Posting Komentar