Dalam
Ilmu Tasawuf, istilah tarikat itu tidak saja ditujukan kepada aturan-aturan dan
cara-cara tentu yang digunakan oleh seorang syaikh tarikat, dan bukan pula
terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarikat, tetapi
meliputi segala aspek ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan
sebagainya. Kesemuanya ini adalah merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah Swt, sebab pada hakikatnya tasawuf itu secara umum adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin. Dengan demikian usaha
mendekatkan diri kepada Tuhan adalah tasawuf dan cara yang ditempuhnya dalam
usaha mendekatkan diri itu adalah tarikat.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
tarikat itu sebagai tasawuf yang sudah berkembang dengan beberapa fariasi
tertentu sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya,
karenanya ajaran pokok tarikat adalah sama dengan ajaran tasawuf.
Jelaslah bahwa hubungan tarikat yang
bersifat personal kepada tarikat yang bersifat lembaga, tidak terlepas dari
perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dengan demikian makin luasnya
pengaruh tasawuf ini maka semakin banyak pula orang yang berhasrat mempelajari
tasawuf. Untuk itu mereka menemui orang yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang luas dalam pengamalan tasawuf yang dapat menuntun mereka.
Belajar dari seorang guru dengan
metode mengajar yang disusun berdasarkan pengalaman suatu ilmu yang bersifat
praktikal adalah suatu keharusan. Dengan bertemunya dua kepentingan itulah
kemudian seorang guru tasawuf memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf
berdasarkan pengalaman sendiri dalam mengajarkan tasawuf.
Sistem pengajaran inilah yang
kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarikat dan yang membedakannya dari tarikat
yang lain. Dengan kata lain, adanya perbedaan dalam ajaran dan sistem
pengajaran dalam tarikat bersumber dari perbedaan pemahaman, pengalaman dan
bagaimana masing-masing syaikh menerapkannya.
Menurut Hamka, tarikat yang pertama
timbul adalah Tarikat Thaifuriyah pada abad IX Masehi di Persia sebagai suatu
Lembaga Pengajaran Tasawuf. Tarikat tersebut dinisbahkan kepada Abu Yazid
al-Busthami karena fahamnya bersumber dari ajaran Abu Yazid. Pendapat ini dapat
diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa tarikat-tarikat yang timbul di Persia
terutama daerah Hurazon pada umumnya menganut faham Bayazid.
Selanjutnya kita perhatikan kaum
shufi dalam mengamalkan tarikatnya antara lain.
1.
Mengadakan latihan jiwa (Riyadlah) dan berjuang
melawan nafsu (Mujahadah).
2.
Dengan mengamalkan wirid dapat selalu mewujudkan rasa ingat
kepada yang Maha Kuasa.
3. Dengan mengamalkan wirid dapat menimbulkan rasa takut kepada
Allah Swt sehingga mampu menghindarkan diri dari pengaruh duniawi
4. Diharapkan dengan beberapa tingkatan amalan tersebut dapat
mencapai tingkat alam ma’rifat.
Dengan
demikian diharapkan bagi orang-orang yang menuju kepada kehidupan shufi dengan
menggunakan tarikat, ia akan dapat mengerjakan syari’at Islam dengan
sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar