Rabu, 07 September 2011

Tasawuf Amaly


Dalam tasawuf ‘amaly ada beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu: pertama Murid yang terdiri atas;

-          Mubtady atau pemula, yang baru mempelajari syari’at.
-          Mutawasith, yaitu yang sudah mempunyai pengetahuan yang cukup tentang syari’at Islam.
-          Muntahy, tingkat atas yang telah matang ilmu syari’at, kemudian telah menjalani tharikat dan mendalami ilmu batiniyah, jiwanya bersih karena sudah bebas dari pada melaksanakan perbuatan ma’siyat.

Nampak kisini betapa syari’at Islam berperan bagi orang-orang yang ingin memasuki lapangan tasawuf. Sehingga pelaksanaan syari’at Islam itu termasuk kriteria bagi seorang murid.

Yang kedua ialah syekh. Ia seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam segala kehidupan, penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya yang biasa disebut Raithah. Syekh ini disebut juga Mursyid, yaitu orang yang sudah melalui tingkat Khalifah.
Pada dasarnya hubungan murid dengan syekh adalah hubungan penyerahan diri sepenuhnya di mana seorang murid harus tunduk, setia, dan rela dengan perlakuan apa saja yang ia terima dari syekhnya.
Apabila seorang murid itu telah sampai pada puncak kesucian batin, dinamakan wali atau kutub, yang sudah memperoleh ilmu gaib, ilmu laduni yang tinggi, sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib. Seorang wali adalah seorang yang telah mencapai puncak kesempurnaan, kecintaan kepada Allah Swt.
Apabila ditinjau dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf ‘amaly terdapat apa yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin, yang terdiri dari 4 kelompok, yaitu syari’at, tharikat, hakikat dan ma’rifat.
-          Syari’at, sebagai amalan lahir yang diperdulikan dalam agama yang biasa dikenal dengan rukun Islam dan segala hal yang berhubungan dengan itu, bersumber kepada al-Qur’an dan Hadits.
-          Tharikat, merupakan tata cara yang telah digariskan dalam agama dan dilakukan hanya karena penghambaan diri kepada Allah dan karena ingin berjumpa dengan–Nya. Jadi dalam melaksanakan syari’at itu harus berdasarkan tharikat tertentu seperti ditetapkannya ketentuan-ketentuan yang bersifat batiniyah, agar ketentuan-ketentuan lahiriyah itu dapat mengantarkan seseorang kepada akhir perjalanannya melalui tahap demi tahap dan situasi demi situasi.
-          Hakikat, diartikan sebagai aspek batiniyah. Jadi merupakan rahasia yang paling dalam dari segala amal, merupakan inti dari syari’at dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang shufi.
-          Ma’rifat dalam tasawuf, ialah sebagai pengalaman, pemahaman, dan penghayatan yang mendalam tentang Tuhan melalui hati sanubari sedemikian lengkap dan luas, sehinga jiwanya merasa satu dengan Dia.
-          Dalam tasawuf ‘amaly ini dikenal beberapa istilah yang menunjukkan derajat seseorang setelah melalui beberapa tahap yang diperlukan dengan tidak melepaskan diri dari petunjuk seorang guru, yaitu:

-          Tahap pertama adalah al-manazil, merupakan tempat-tempat perhatian yang melalui seorang mubtady, misalnya timbulnya yaqdlah, yaitu tergetarnya hati untuk menghentikan kelalaian.
-          Al-Masyahid, yaitu hal-hal yang terlihat di tengah-tengah perjalanan yang sedang di tempuh baik oleh mutawasyith, maupun oleh muntahy, misalnya: masyhadat al-hayawaniyah, kelihatan nafsu kebinatangan pada manusia, anatara lain, nafsu kalbiyah, yaitu apabila ia berjumpa dengan kotoran saling berebutan sesama mereka (memperebutkan barang yang sudah jelas haramnya).
-          Al-Maqamat, yaitu derajat yang diperoleh dengan usaha sendiri, setelah selamat menempuh perjalanan yang panjang dan berat. Yang bersangkutan menerima tingkatan yang lebih tinggi dari Allah Swt melalui tahap-tahap tertentu yang iasa dinamakan maqam, yaitu: taubat, zuhud, wara’, faqr, shabar, tawakal, dan ridla. Tentu saja sifat-sifat tersebut memerlukan perjuangan melawan hawa nafsu, terutama nafsu amarah, lawwamah dan musawwalah, sehingga sampai kepada nafsu tuma’ninah, dan terus sampai kepada nafsu kamilah.
Al-Ahwal, yaitu derajat dan situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang sebagai anugerah dari Allah Swt bukan hasil usahanya seperti pada al-manazil dan al-masyahid tadi. Sekonyong-konyong terbukalah hijab baginya dan naiklah derajatnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam al-maqamat. Datang dan perginya kadang-kadang sangat cepat, yang biasa disebut lawwih. Ada pula yang panjang dan lama, yang disebut bawadlih. Apabila kondisi mentalnya terus terbina secara kontinyu, dan kemudian sudah menjadi kepribadiannya, itulah yang disebut al-hal yang selalu bergerak naik ke atas setingkat demi setingkat sampai kepada titik kulminasi, yaitu puncak kesempurnaan rohani. Sebagai al-hal ini misalnya: al-ma’ridah dan al-mahabbah. Al-Ahwal ini terdiri antara lain: al-murakabah, al-khauf, al-raja’, al-syauq, (ada rasa rindu kepada Allah), al-uns, yaitu terpusat kepada satu titik sentrum. Kepercayaannya mendalam, bukan hanya ilmu yakin, namun sampai kepada ‘ain al-yakin dan hak al-yakin. Dengan demikian jiwanya muraqabah, musyahadah dan sampai kepada ma’rifat.

Tidak ada komentar: