Sikap
mental yang seringkali di dalam akhlak dianjurkan untuk bersikap terpuji dan
terhindar dari sikap tercela, merupakan awal dari tindakan tasawuf. Oleh karena
itu sikap mental yang tidak sehat seperti riya, sum’ah, sumbong, ‘ujub, fitnah,
egois, dan sebagainya harus benar-benar disingkirkan.
Setelah sikap mental yang tidak
sehat itu telah dapat disingkirkan, kemudian dilanjutkan dengan menghiasi untuk
mengisi diri misalnya aspek luar dihiasi dengan takwa, melaksanakan shalat yang
baik, shaum, zakat, hajji, ‘adil, jauh dari sikap pendusta dan dzalim. Kemudian
jiwa dihiasi dengan musyahadah, sehingga jiwa kita merasakan selalu
disaksikan oleh Yang Maha Mengetahui, karena meskipun bisa tersembunyi dari
penglihatan manusia, namun tidak dapat bersembunyi dari Allah Swt, dengan
demikian akan dapat dirasakan peningkatan iman, ketaatan, kecintaan terhadap
Tuhan Yang Maha Pengasih, merasa diri tidak berdaya dan tidak mempunyai
kekuatan sedikit pun melainkan atas pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Kemungkinan ada orang yang mampu
menghindarkan diri dari perbuatan ma’siyat, namun juga ia tidak mau dan tidak
mampu melaksanakan perintah Allah, atau sebaliknya, yaitu disamping sudah biasa
melaksanakan perintah Allah, juga biasa berlaku ma’siyat, kedua-duanya sulit
untuk masuk ke dalam lapangan tasawuf. Dalam hal inilah peranan akhlak dalam
memasuki lapangan tasawuf sebagaimana telah dikemukakan dalam bagian pertama
tentang penilaian akhlak menurut para shufi, yaitu dengan istilah takhally dan
tajally.
Yang sangat penting dalam ajaran
tasawuf akhlak dan yang perlu diisikan ke dalam kalbu adalah: khauf,
yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah; yaitu mengharap pahala dari Tuhan
Yang Maha Pemurah; siddiq, zuhud, faqr, shabar, ridla, tawakkal dan musyahadah
dalam jiwa.
Setelah menghiasi diri dengan budi
pekerti terpuji, perlu dipelihara, dibina dan dikembangkan. Hal yang terpenting
adalah istiqamah dalam ibadah dan
tuma’ninah dalam hati. Dengan demikian maka terungkaplah Nur ghaib bagi
hati. Tajally ini merupakan ikhtiar penghayatan rasa kebutuhan, kebiasaan yang
dilakukan dengan kesadaran yang optimal dan rasa kecintaan yang mendalam,
sehingga timbullah raa rindu kepada Allah Swt dan hati orang yang bersangkutan
akan tetap tenang.
Ada bebepa teori untuk memperdalam
rasa ketuhanan itu antara lain adalah dengan:
-
Munajat, yaitu melaporkan diri ke hadhirat Allah Swt atas
segala aktivitas yang dilakukan, dengan cara yang khas, misalnya disamping
keluhan, mengadukan nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji
keagungan Allah Swt. Biasanya disampaikan dalam suasana keheningan seperti
setelah shalat tahajud.
-
Dzikir maut, yaitu meskipun manusia ingin mempertahankan
hidup, namun kematian tidak dapat dihindarkan, sebab sewaktu-waktu pasti
datang. Orang shufi berpendapat bahkan berkeyakinan bahwa ingat akan mati itu
berkelanjutan, artinya tidak lupa bahwa kita akan mati. Hal ini merupakan
rangkaian kegiatan aktivitas rohani yang perlu dibina dan dikembangkan.
Dzikir
disini bukan hanya ingat akan mati saja, tetapi hendaknya ingat yang terus
menerus kepada Allah dalam hati serta menyebut nama-Nya. Dengan demikian
perbuatan itu akan terhindar dari perbuatan tercela, selalu menjauhi larangan
Allah dan selalu ingin melaksanakan perintah-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar