Sabtu, 10 September 2011

Kebahagiaan Bagi Manusia


      Orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan, keberuntungan, kemenangan, dan keutamaan hidup, banyak dijelaskan dalam al-Qur’an, antara lain dalam surat al-Baqarah ayat 5 yang artinya; “Merekalah yang dapat (memegang teguh) hidayah dari Tuhannya. Dan merekalah yang mendapat kemenangan.”
Dalam surat al-Mu’minun ayat 1 dan 2 yang artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.”
Dalam surat al-A’la ayat 15-17 yang artinya; “Sesungguhnya beruntunglah orang yang bersih (dari dosa). Dan dia ingat nama (sifat-sifat Agung Tuhannya, lalu dia shalat.”
Dengan ayat-ayat tersebut jelaslah seseorang baru akan berbahagia apabila ia beriman dan melaksanakan isi ayat-ayat tersebut.
Masih banyak ayat-ayat lain dan sabda Rasul yang merupakan al-akhlak al-karimah yang membawa manusia ke kebahagiaan hidup dan keutamaan hidup. Para shufi dengan berbagai macam pelaksanaannya sudah biasa menempuh jalan yang ditujukan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya meskipun dengan pengalaman masing-masing yang berlainan bentuknya.
            Apabila kita menurutkan orang tentang bahagia, maka yang disebut bahagia itu banyak sekali bentuknya dan sifatnya, sebanyak penderitaan, karena orang yang menderita akan membayangkan alangkah bahagianya apabila penderitaan itu hilang dari dirinya. Juga sebanyak orang yang sedang mengalami kekecewaan atau sebanyak orang miskin, atau sebanyak orang yang ingin mendapat nama yang masyhur, berpangkat tinggi, atau beristeri cantik, dan hiasan-hiasan dunia lainnya, yang seringkali hal-hal tersebut hanyalah merupakan kesenangan temporer. Bahkan ada yang dikejar namun setelah dicapai bukanlah kebahagiaan yang diraih, sebab dibalik itu justeru mengakibatkan kekecewaan.
            Oleh karena itu umat Islam jangan tertipu dengan kesenangan temporer, kegembiraan sementara, yang seringkali lupa kepada Allah Swt. Demikian juga apabila kita mendapat keuntungan tidak perlu berlebih-lebihan menampakkan diri kepada orang lain. Hendaknya kita bersyukur dalam arti kita merasa gembira dalam hati, mampu menggunakan keuntungan itu dan memeliharanya sesuai dengan kehendak Pemberinya, dan mampu juga berterima kasih kepada manusia yang menyebabkan kita mendapat kenikmatan; hindarkanlah kekufuran atas nikmat itu.
            Puncak kebahagiaan dalam Islam sebenarnya adalah kenal akan Tuhan, yaitu baik ma’rifat kepada-Nya, baik dalam taat kepada-Nya, baik dalam syukur atas nikmat yang diterimanya dan baik atas musibah yang menimpa dirinya. Dirinya selalu berada dalam ridla Allah Swt.
            Mengenai kesempurnaan perangai yang utama, kita perhatikan keutamaaan pikiran yang dapat membedakan mana jalan yang benar yang membawa kepada kebahagiaan, dan mana jalan yang salah yang akan membawa kepada kehinaan. Akal manusia yang mendapat cahaya Tuhan setelah mengetahui mana yang benar, kemudian dilaksanakan sesuai dengan kemampuannya dan mana yang salah sekaligus dijauhinya.
            Agama memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya agar memikirkan ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an atau ayat Qur’aniyah dan ayat-ayat yang terdapat dalam alam semesta atau ayat-ayat kauniyah. Kesemuanya ini untuk kembali kepada Allah Swt. Manusia yang telah kembali kepada-Nya, dengan sendirinya keutamaan buki akan tercapai, ia mampu menghilangkan segala perangai yang buruk, adat istiadat yang rendah.

            Untuk mencapai budi pekerti yang mulia yang mempunyai dampak terasanya keutamaan dan kebahagiaan hidup bagi manusia, dalam melaksanakan perangai yang terpuji dan menghindarkan diri dari perangai tercela, hendaknya disertai dengan hati yang ikhlas, bukan karena terpaksa, ria atau sum’ah. Juga disertai kejujuran dan tetap istiqamah. Dengan demikian hati tidak merasa miskin, tercapailah kebahagiaan hidup, meskipun kadang-kadang ditinjau dari segi kehidupan duniawi tidak termasuk orang kaya dengan harta, juga tidak mempunyai kedudukan yang tinggi.
            Shufi di zaman Rasulullah adalah orang yang berakhlak tinggi, berbudi mulia, sanggup menderita lapar dan haus, dan jika memperoleh kekayaan, tidaklah kekayaan itu melekat ke dalam hatinya, sehingga mudah menafkahkannya, dan apabila sewaktu-waktu terpisah tidak akan melukai hatinya. Demikian pula kedudukan dan kehormatan lainnya yang hanya dipandang dari pujian manusia saja. Demikianlah shufi yang akan mendapat keutamaan dan kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. 

Tidak ada komentar: