Al-Muhasibi
(w. 243 H/875 M) dilahirkan di Basrah dan menghabiskan sebagian besar usianya
di Baghdad, nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah al-Harist al-Muhasibi. Ia
mengembangkan psikologi moral yang paling ketat dan paling berpengaruh dalam
tradisi tasawuf. Pengaruh al-Muhasibi ini bisa dirasakan secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pengaruhnya sampai secara langsung melalui muridnya,
Sari al-Saqathi (paman dari Junaid). Psikologi al-Muhasibi ini bisa ditemukan
dalam bentuknya yang kuat dalam karya-karya Abu Thalib al-Makki yang
mendasarkan pandangannya tentang tasawuf pada pemikiran al-Muhasibi tentang
kelembutan sifat angkuh manusia. Pada giliran berikutnya karya Abu Thalib
al-Makki itu mempengaruhi pemikiran Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111 M) yang
karya-karya tasawufnya dikenal luas di dunia Islam saat ini.[1]
Karya
utama dari al-Muhasibi ini adalah kitab al-Ri’ayat li Huquq Allah yang
berisi sejumlah analisis yang bagus dan mendalam tentang berbagai bentuk
egoisme manusia, metode untuk mengujinya, peringatan untuk bersikap waspada
terhadap egoisme itu dan peringatan agar tidak terikat dan disibukkan olehnya.
Demikian komentar Michael A. Sells.[2]
Bentuk-bentuk
utama egoisme yang dibahas oleh al-Muhasibi dalam karyanya itu meliputi, (1)
kesombongan dan keinginan untuk menampilkan kebaikan diri (riya’), (2)
narsisme, (3) Membanggakan diri (kibr), (4) angkuh (‘ujub), dan
(5) khayalan bahwa dirinya merupakan orang yang tepat (ghirah).
Setiap
bentuk egoisme itu saling berhubungan satu sama lain, dan setiap bentuk
memurnikan sifat-sifat lain, misalnya sikap selalu ingin bersaing, bermusuhan,
serakah, dan membanggakan diri. Dan obat penangkal dari sifat utama dan
turunannya ini adalah sikap ikhlas, yang didasarkan atas perenungan terhadap
Tuhan yang Mahaesa, pewahyuan al-Qur’an, dan hadits Nabi serta akal manusia
yang selalu bekerja dalam kerangka wahyu Tuhan.
1 komentar:
Makalah kiini referensinya nambil dri bku apa bang ?
Posting Komentar