Semua
aliran dalam akhlak mengemukakan bahwa kebiasaan yang baik harus dibina
dipelihara dan dikembangkan, sedangkan kebiasaan yang buruk harus segera
ditinggalkan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk dan membina akhlak. Berhubung kebiasaan adalah perbuataan yang
diulang-ulang sehingga menjadi mudah mengerjakannya, maka hendaknya manusia
memaksakan diri untuk mengulang-ulangi perbuatan yang baik sehingga menjadi
kebiasaan dan akan terbentuklah akhlak yang baik padanya.
Memang cara bersikap, berpakaian,
bahkan berjalan, sebenarnya adalah penjelmaan dari kebiasaan. Oleh karena itu
didiklah anak-anak untuk membiasakan shalat, dan membiasakan sikap dan tingkah
laku yang baik dalam pergaulan sesamanya. Dengan demikian diharapkan untuk
selanjutnya dalam diri si anak akan tertanam pribadi muslim yang taat kepada
Allah, juga sopan santun sesama manusia.
Kebiasaan yang baik seperti salat
yang lima waktu itu hendaknya diperkuat dengan pengertian dan keyakinan,
sehingga tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai rintangan, dan gangguan
dalam melaksanakannya. Demikian pula dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara harus benar-benar mencerminkan dan
mencontoh akhlak Rasulullah saw yang antara lain:
Rasulullah bersabda yang artinya, “Hak
seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam, yaitu apabila bertemu
hendaklah mengucapkan salam kepadanya; apabila ia mengundang hendaklah engkau
menghadirinya, apabila ia meminta nasihat, berilah nasihat; kalau ia bersin dan
membaca hamdalah, jawablah dengan yarhamuka Allah; apabila ia sakit, tengoklah
dan apabila ia meninggal antarkanlah jenazahnya ke kubur.”
Kepedulian sosial perlu ditanamkan
kepada anak-anak sejak dini, misalnya anak-anak melihat orang tua yang cukup
mau mengeluarkan zakat, infak dan sadakah, menolong orang yang memerlukan
bantuan, baik harta, ilmu dan tenaga. Dengan membiasakan perbuatan-perbuatan
tersebut yang juga dilihat dan didengar oleh anak-anak, orang dewasa akan
membiasakannya terus dan bagi anak-anak akan meniru di kemudian hari. Akan
mudah membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan, persaudaraan di antara si kaya
dan si miskin, orang pandai dan orang bodoh, orang beramal dan orang yang tidak
beramal. Bila tidak, dikhawatirkan kurang kemampuan mengendalikan diri dari
godaan yang biasanya bagi si kaya kikir, si miskin tama’, orang
pandai sombong, orang bodoh malas tidak mau belajar, orang yang beramal ‘ujub,
dan orang yang berdosa tidak mau bertaubat.
Hal ini semua harus menjadi
perhatian umat Islam untuk membiasakannya, sehingga menjadi wataknya, memiliki
akhlak mahmudah, mampu mengendalikan diri sehingga mampu melaksanakan
kewajibannya terhadap masyarakat.
Dalam beberapa buku akhlak,
seringkali kita menemukan apa yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa apa yang
berhubungan dengan keutamaan tidaklah cukup dengan hanya diketahui bahwa,
apakah keutamaan itu, namun harus ditambahkan dengan melatihnya dan terus
menerus mengerjakannya, atau mencari jalan untuk menjadi orang yang utama itu
bagaimana, kemudian setelah diketemukan diusahakannya. Tentu bagi umat Islam
kesempatannya ini telah ada petunjuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar