Selasa, 30 Agustus 2011

Faktor Kebiasaan dalam Akhlak


    Semua aliran dalam akhlak mengemukakan bahwa kebiasaan yang baik harus dibina dipelihara dan dikembangkan, sedangkan kebiasaan yang buruk harus segera ditinggalkan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk dan membina akhlak. Berhubung kebiasaan adalah perbuataan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah mengerjakannya, maka hendaknya manusia memaksakan diri untuk mengulang-ulangi perbuatan yang baik sehingga menjadi kebiasaan dan akan terbentuklah akhlak yang baik padanya.
        Memang cara bersikap, berpakaian, bahkan berjalan, sebenarnya adalah penjelmaan dari kebiasaan. Oleh karena itu didiklah anak-anak untuk membiasakan shalat, dan membiasakan sikap dan tingkah laku yang baik dalam pergaulan sesamanya. Dengan demikian diharapkan untuk selanjutnya dalam diri si anak akan tertanam pribadi muslim yang taat kepada Allah, juga sopan santun sesama manusia.

    Kebiasaan yang baik seperti salat yang lima waktu itu hendaknya diperkuat dengan pengertian dan keyakinan, sehingga tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai rintangan, dan gangguan dalam melaksanakannya. Demikian pula dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup bermasyarakat dan bernegara harus benar-benar mencerminkan dan mencontoh akhlak Rasulullah saw yang antara lain:
      Rasulullah bersabda yang artinya, “Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam, yaitu apabila bertemu hendaklah mengucapkan salam kepadanya; apabila ia mengundang hendaklah engkau menghadirinya, apabila ia meminta nasihat, berilah nasihat; kalau ia bersin dan membaca hamdalah, jawablah dengan yarhamuka Allah; apabila ia sakit, tengoklah dan apabila ia meninggal antarkanlah jenazahnya ke kubur.”
     Kepedulian sosial perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini, misalnya anak-anak melihat orang tua yang cukup mau mengeluarkan zakat, infak dan sadakah, menolong orang yang memerlukan bantuan, baik harta, ilmu dan tenaga. Dengan membiasakan perbuatan-perbuatan tersebut yang juga dilihat dan didengar oleh anak-anak, orang dewasa akan membiasakannya terus dan bagi anak-anak akan meniru di kemudian hari. Akan mudah membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan, persaudaraan di antara si kaya dan si miskin, orang pandai dan orang bodoh, orang beramal dan orang yang tidak beramal. Bila tidak, dikhawatirkan kurang kemampuan mengendalikan diri dari godaan yang biasanya bagi si kaya kikir, si miskin tama’, orang pandai sombong, orang bodoh malas tidak mau belajar, orang yang beramal ‘ujub, dan orang yang berdosa tidak mau bertaubat.
      Hal ini semua harus menjadi perhatian umat Islam untuk membiasakannya, sehingga menjadi wataknya, memiliki akhlak mahmudah, mampu mengendalikan diri sehingga mampu melaksanakan kewajibannya terhadap masyarakat.
      Dalam beberapa buku akhlak, seringkali kita menemukan apa yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa apa yang berhubungan dengan keutamaan tidaklah cukup dengan hanya diketahui bahwa, apakah keutamaan itu, namun harus ditambahkan dengan melatihnya dan terus menerus mengerjakannya, atau mencari jalan untuk menjadi orang yang utama itu bagaimana, kemudian setelah diketemukan diusahakannya. Tentu bagi umat Islam kesempatannya ini telah ada petunjuknya.

Tidak ada komentar: