Rabu, 15 Juni 2011

Merenungkan Hari Kiamat

Suatu hari, seorang sahabat meminta Rasulullah saw. mengajarinya sesuatu dari Al Quran. Nabi meminta Ali r.a. melakukan tugas itu. Ali pun mengajari sahabat tersebut surat Az Zalzazalah. Sedang asyik-asyiknya Ali mengajari, sahabat tersebut minta berhenti, “Cukup, cukup! Saya tidak akan menyesal bila saya tidak mendengar lebih jauh karena surat ini cukup bagi saya.”
Ali r.a. mengadu kepada Rasulullah mengenai penolakan sahabat tadi. Nabi lalu menjawab, “Biarkan saja, ia seorang yang pintar.” Alasannya, siapa pun memahami dan mempercayai Surat Az Zalzalah secara tulus, ini akan menimbulkan perbaikan dalam dirinya karena setiap saat ia akan menyadari ajaran surat tersebut dan kesadaran ini akan mencegahnya dari berbuat dosa. Surat Az Zalzalah adalah jawaban bagi orang-orang yang menyangkal kiamat dan tidak mempercayai hari akhir. “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya, ‘mengapa bumi (jadi begini)?” (Q.S. Az Zalzalah 99:1-3)

Kisah di atas menunjukkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad saw., pembicaraan mengenai kiamat dan kematian lazim dilakukan. Hal itu dimaksudkan agar mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa dahsyat tersebut. Peristiwa kiamat ini disinggung dalam banyak ayat Al Quran, antara lain dalam Surat Az Zalzalah.
***
Berbeda dengan zaman Nabi, pada zaman kita pembicaraan tentang hari kiamat dan kematian tampaknya asing dalam kehidupan sehari-hari, padahal kedua hal itu pasti akan terjadi dan akan kita alami. Cobalah kita dekati berbagai kumpulan orang yang sedang bercengkrama di luar masjid atau di luar pengajian, misalnya di sekolah, di kantin, di rumah tetangga, atau di jalanan. Hampir bisa dipastikan bahwa topik-topik pembicaraan mereka berkisar di sekitar TV atau hiburan  lainnya. Bila kita melibatkan diri dalam kumpulan itu dan tiba-tiba berbicara tentang kiamat besar atau kiamat kecil (kematian), boleh jadi para pendengar akan terperangah dan menukas, “Apa maksud kamu bicara soal itu, kok aneh?”
Pernahkah kita mengalami gempa bumi? Atau pernahkah kita menonton televisi mengenai daerah yang dilanda gempa? Mengerikan bukan? Bayangkan, apa yang akan terjadi bila gempa global atau bahkan gempa universal terjadi? Al Quran menyebutkan bahwa pada hari kiamat, setiap ibu yang menyusui (baik manusia atau binatang) akan melupakan anaknya. Setiap ibu yang hamil akan melahirkan bayi secara premature karena keterkejutannya. Setiap orang akan bingung dan tampak seperti mabuk karena hebatnya bencana itu.
Manusia pada hari itu betul-betul ketakutan. Mereka berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing. Mereka takkan menghiraukan lagi kekayaan yang mereka kumpulkan,rumah, kendaraan, uang, emas, intan berlian, dsb. Bahkan mereka bersedia menukarkan anak-anak mereka dengan keselamatan yang bisa mereka peroleh. Bumi akan membuka fakta-fakta rinci seluruh perbuatan semua manusia, bahkan juga dosa-dosa mereka: membunuh, merampok, berzina, memfitnah, korupsi, menzalimi, dan lain-lain.
Pada hari kiamat setiap manusia akan diberi buku amalnya yang berisi catatan mengenai perbuatannya selama ia hidup. Tak ada suatu perbuatan pun yang luput dari catatan itu. Manusia tidak bisa menyangkal apa yang telah diperbuatnya dengan mengatakan, “Wahai Allah, catatan ini tidak benar, saya tidak pernah melakukan perbuatan jahat yang tercatat di sini. Malaikat telah berbuat kesalahan.” Bahkan tangan-tangan dan kaki-kakinya pun turut bersaksi atas perbuatannya, sementara mulutnya tertutup. Manusia akan digiring, berkelompok-kelompok, berdasarkan amalan masing-masing dan tingkatan amalan mereka. Setiap kelompok akan menunjukkan tanda-tanda khusus untuk membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Di antara orang-orang yang beramal baik, aka nada orang yang wajahnya bercahaya seperti bulan purnama atau seperti bintang. Suatu kelompok akan duduk di atas singgasana yang terbuat dari mutiara, zamrud, atau permata.
Masalahnya sekarang, percayakah kita akan hari maha dahsyat yang akan datang itu? Kalau kita tidak percaya, selesai sudah masalahnya. Kita tinggal menunggu dan melihat apa yang akan terjadi kelak. Namun bila kita percaya, tetapi tetap saja lalai beribadah, enggan mendermakan harta, dan malah gemar berbuat zalim, sia-sialah kepercayaan kita.
Kesadaran akan adanya hari kiamat seyogianya mampu mengontrol semua perbuatan. Meskipun kita berbuat dosa di tempat gelap tanpa diketahui seorang pun, Allah tetap melihat dan tanah yang kita pijak juga menyaksikan. Bila berbuat dosa pada masa lalu, segeralah kita meminta ampun kepada Allah dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Nabi bersabda bahwa bila seseorang denga tulus meminta ampunan Allah, dia akan kembalin suci dari dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Namun, bila pernah menzalimi orang lain, kita juga harus meminta maaf kepada orang tersebut, agar Allah mengampuni dosa kita. Nabi Muhammad saw. pernah menyebutkan bahwa kelak pada hari kiamat akan ada orang-orang yang bangkrut, yakni yang pahala ibadahnya (shalat, shaum, dsb.) habis diambil oleh orang yang pernah dizaliminya.
Sebagian orang mungkin meragukan, “benarkah bumi dan anggota-anggota badan kita memberikan kesaksian atas segala perbuatan?” ingatlah, Al Quran juga menyatakan bahwa segala sesuatu di langit dan bumi: matahari, bulan, bintang, pepohonan, binatang, bahkan batu-batu memuji Allah dengan caranya sendiri-sendiri. Nabi sendiri pernah berbicara dengan sebatang pohon dan menanyakan alas an mengapa ia berkeluh kesah. Batang pohon itu menjawab bahwa alasan ia menangis karena Nabi tidak pernah lagi bersandar kepadanya. Diriwayatkan pula bahwa Abu jahal pernah mendekati Nabi dan bertanya: “Wahai Muhammad, engkau mengaku membawa berita tentang surga dan neraka yang tidak pernah disaksikan oleh siapapun. Bila engkau benar, katakana apa yang kusembunyikan dalam gengaman tanganku ini?” Nabi menjawab, “Bila anda mau, saya tidak saja akan mengatakan apa yang Anda sembunyikan, namun saya juga dapat membuat apa yang Anda sembbunyikan itu berbicara.” Ucapan Nabi mengejutkan Abu Jahal, “Aku hanya memintamu melakukan tugas yang mudah, tetapi kamu ingin melakukan sesuatu yang lebih sukar. Baik, mari kita dengarkan apa yang akan dikatakan benda dalam genggaman tanganku. “ Nabi menjawab, “ Ini tidak sukar bagi Allah.” Nabi kemudian mengatakan kepada Abu Jahal bahwa ada enam kerikil dalam genggamanya, dan lalu ia berbicarab pada kerikil-kerikil itu, “Bersaksilah siapa aku ini!” batu-batu itu segera menjawab, “Kami bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah; dan kami dan kami bersaksi bahwa Muhammad saw adalah penyembah dan utusan Allah.” Mendengar hal itu, Abu Jahal melempar keriki-kerikil itu dan berkata: “Wahai Muhammad! Engkau tukan sihir.”
Hadis di atas menunjukkan betapa benda-benda “mati” seperti batu pun dapat berbicara dan bersaksi atas kenabian Nabi Muhammad saw. Kita lihat bahwa pada zaman modern ini benda-benda mati yang dirancang oleh manusia seperti kamera video atau tape recorder juga dapat memberikan kesaksian. Kekuasaan Allah tentu saja tidak terbatas dan apa yang diciptakan-Nya dapat memberikan kesaksian. Oleh karena itu, sekali lagi, kita harus yakin bahwa semua perbuatan telah dan akan direkam untuk diperlihatkan kelak dan diberi balasan yang sesuai dengan peerbuatan kita, apakah baik atau buruk. Membicarakan dan merenungkan hari kiamat akan mendorong kita untuk selalu berusaha beramal baik dan meninggalkan perbuatan buruk.
Mereka yang benar-benar beriman pasti tidak keberatan mendengarkan pembicaraan tentang kematian, kiamat, ndan akhirat. Hal itu justru akan menambah keimanan mereka. Sebaliknya, sebagian orang lainnya, terutama yang kurang beriman, akan keberatan  bila ulama membicarakan topik-topik yang kurang berkenan dengan rasa takut kepada Allah atau tentang siksa neraka. Alih-alih, mereka menginginkan pembicaraan yang memberikan “harapan” akan ampunan. Padahal Allah lewat Al Quran dan Nabi lewat hadis-hadisnya memberi peringatan tentang hukuman-hukuman pada hari kiamat. Bila topik-topik tentang kematian, kiamat, dan akhirat tidak layak dibicarakan, mengapa Allah dan Nabi-Nya memperingatkan berbagai macam siksaan bagi para pendosa?
Pembicaraan tentang kematian dan kiamat dimaksudkan agar kita takut kepada Allah. Pernahkah kita merasakan takut tersebut? Bandingkanlah diri kita dengan kepekaan Nabi kita Muhammad saw. Terhadap peristiwa-peristiwa alam yagn barangkali merupakan “kiamat-kiamat kecil”, seperti angin kencang yang membawa kabut tebal atau gerhana. Begitu peristiwa itu terjadi, wajah Nabi pucat, lalu Nabi pun segera mendirikan shalat dan berdoa.
Akan halnya kita, terkadang kita mengalami peristiwa-peristiwa itu, namun kita tenang-tenang saja. Berita kemaitan manusia sering kita peroleh dari Koran, radio, TV, atau lihat secara langsung, namun kita menganggap hal itu biasa, seolah-olah kematian masih jauh atau bahkan takkan pernah menimpa kita. Kita lupa bahwa kematian pasti akan datang menjemput. Sudah siapkah kita?
*dikutip dari "Islam Itu indah, Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D."



Tidak ada komentar: