Selasa, 22 Maret 2011

Bersedih atau Tidak?

Dalam mengarungi hidup ini, pastilah terjadi banyak peristiwa. Ada kalanya kita mendapatkan nikmat. Sehingga kita bersyukur. Ada waktunya ujian datang, sehingga kita diwajibkan untuk bersabar.
Di antara ujian dan musibah yang menimpa kita, beberapa di antaranya  tak dapat dipungkiri membuat hati kita menjadi sedih. Kesedihan telah menjadi bagian dari puzzle hidup kita yang tak bisa kita hindari.
Ibnu Qayim r.a.  membahas masalah sedih ini dengan jelas di kitabnya, Madarijus Salikin, sehingga jika kita membaca kitab tersebut kita dapat memahami makna sedih dengan benar, insyaallah

Sedih yang benar
Ibnu Qayim r.a. mengatakan bahwa kesedihan bukanlah tempat persinggahan yang diperintahkan untuk disinggahi dalam perjalanan hidup kita, walaupun terkadang dalam perjalanan hidup ini kita harus singgah ke dalam kesedihan.
Sebab, di dalam Al Qur’an tidak disebutkan kata hazan atau sedih, kecuali sebuah larangan atau nafi. Sedih sebagai sesuatu yang dilarang terdapat dalam Firman Allah;
“Dan jangan kalian bersikap lemah, dan jangan pula kalian bersdih hati.” (Ali Imran:139)
Sedangkan sedih sebagai sesuatu yang ditiadakan terdapat dalam Firman berikut:
“Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak akan ada kekhawatiran di antara mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Al Baqarah: 38)
Sedih merupakan sikap yang dilarang dalam islam, karena merupakan tempat berhenti dan bukan merupakan pendorong bagi seorang muslim, serta tidak ada manfaatnya sama sekali. Di samping itu, kesedihan seorang muslim merupakan hal yang sangat disukai oleh iblis dan anak buahnya, karena kesedihan membuat kita semakin jauh dari Allah. Firman Allah:
“sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang yang beriman itu berduka cita.” (Al Mujadilah: 10)
Yang tak bisa dihindari
Walaupun dilarang dalam islam, Al Quran juga mengindikasikan bahwa sedih bisa jadi memang dirasakan oleh hamba Allah ketika di dunia. Islam tidak pernah mengingkari hal tersebut. Hal ini tersurat dalam Firma Allah tentang ucapan penghuni surga ketika sedang memasuki surga:
“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari hati kami.” (Faathir: 34)
Rasulullah juga bersabda: “tidaklah seorang mukmin ditimpa kekhawatiran, keletihan, dan kesedihan hati, melainkan Allah akan mengampuni sebagian dari kesalahan-kesalahannya.”
Ini menunjukkan bahwa itu itu semua merupakan musibah yang ditimpakan Allah kepada hamba, agar denga begitu Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya, bukan karena menunjukkan kesedihan.
Anjuran bersedih
Ada hadits dari Hindun bin Abu Halah yang menyifati Nabi SAW, “bahwa beliau selalu tampak bersedih hati.” Menurut Hadits sama sekali tidak kuat, di dalam isnad-nya ada orang-orang yang tidak dikenal. Ingat pula bahwa dalam Hadits-haditsyang shahih ini, Nabi disifati sebagai seorang yang berwajah yang berseri-seri dan murah senyum.
Ada juga riwayat, “Sesungguhnya Allah mencintai setiap hati yang banyak bersedih.”. menurut Ibnu Qayim r.a. bahwa isnad riwayat ini tidak diketahui, begitu pula yang meriwayatkannya.
Ibnu Qayim juga menyebutkan kepastian kesepakatan ulamab bahwa kesedihan hati di dunia bukanlah merupakan sesuatu yang terpuji. Yang menyelisihi kesepakatan ini hanyalah Abu Utsman al Hiry dengan perkataannya, “menampakkan kesedihan di hadapan setiap orang merupakan kemuliaan dan tambahan pahala bagi orang mukmin, selagi kesedihan itu bukan merupakan musibah yang menimpannya.”
Telah jelas bahwa Islam melarang hati dan jiwa kita untuk bersedih. Walaupun demikian, ada kalanya memang kita tak bisa mengelak dari kesedihan ini. Konsekuensinya, ketika kita merasakan kesedihan menghinggapi kita maka segeralah membuang kesedihan itu jauh-jauh.
Bagaimana jika ada orang yang berilmu yang menganjurkan kita untuk bersedih? Tentu saja, Firman Allah dan sabda rasul-Nya lebih berhak kita pilih. Ucapan seseorang yang tak sesuai dengan Firman Allah harus kita tinggalkan.
Marilah kita sambut kehidupan sehari-hari dengan bersyukur dan bersabar. Semoga Allah menghindarkan kesedihan dalam hidup kita. Amin.

Tidak ada komentar: