Seorang lelaki shalih yang mempunyai 3 orang anak lelaki, istrinya telah
meninggal dunia. Suatu saat sang bapak memanggil anak-anaknya dan
berkata,
“Wahai anak-anakku, kalau kelak aku meninggal, hendaknya kalian tetap rukun berkasih sayang dan saling membantu seperti saat ini. Harta peninggalanku, hendaknya engkau bagi sesuai pesanku. Engkau yang tertua, karena telah mapan dan mempunyai penghasilan yang mencukupi, maka memperoleh seper-sembilann
“Wahai anak-anakku, kalau kelak aku meninggal, hendaknya kalian tetap rukun berkasih sayang dan saling membantu seperti saat ini. Harta peninggalanku, hendaknya engkau bagi sesuai pesanku. Engkau yang tertua, karena telah mapan dan mempunyai penghasilan yang mencukupi, maka memperoleh seper-sembilann
Tetapi ingatlah, kalian harus tetap rukun berkasih sayang dan saling menolong satu sama lainnya. Janganlah bermusuhan hanya karena berebut harta dunia, sesungguhnya kehidupan di dunia itu hanya sesaat…!!”
Beberapa waktu kemudian lelaki tersebut meninggal dunia. Karena anak-anaknya juga shalih sebagaimana didikan ayahnya, maka setelah pemakaman ayahnya, mereka menyelesaikan segala tanggungan orang tuanya tersebut. Setelah tidak ada lagi hutang dan tanggungan lainnya, tugas mereka selanjutnya adalah membagi harta sisa peninggalan (warisan) yang memang menjadi hak mereka bertiga, seperti wasiat ayahnya sebelum meninggal dunia.
Mereka menghitung dan ternyata harta yang masih tersisa berupa 17 (tujuh belas) ekor unta untuk mereka bertiga. Tentu saja mereka kesulitan untuk membaginya sesuai dengan wasiat ayahnya, sebab harta sisa bukan berupa uang yang mudah dibagi, melainkan berupa unta.
Mereka kesana-kemari mendatangi beberapa orang pintar dan bijaksana untuk bisa membagi sesuai wasiat ayahnya, tetapi mereka tetap menemui jalan buntu.
Sampai akhirnya seseorang menyarankan untuk meminta tolong kepada khalifah Ali bin Abu Thalib radiyallahu anhu. Mereka mengirim utusan kepada Khalifah Ali dan beliau bersedia membantu kesulitan saudaranya sesama kaum muslim. Didikan Rasulullah SAW sebagai orang yang zuhud dan tawadhu, membuat Khalifah Ali dengan senang hati mendatangi tempat tinggal mereka dengan menunggangi untanya.
Setibanya di sana, mereka menceritakan permasalahannya
“Bawalah unta-unta itu kemari!!”
Setelah unta-unta dikumpulkan di hadapan Khalifah Ali, beliau berkata,
“Aku tambahkan untaku dalam harta warisan ini, sehingga jumlahnya menjadi 18 (delapan belas) ekor. Wahai engkau yang tertua, ambillah bagianmu, seper-sembilann
Anak yang tertua pun kemudian mengambil bagiannya dua ekor unta dengan gembira.
Kemudian Khalifah Ali berkata lagi, “Wahai engkau anak yang nomor dua, ambillah bagianmu. Sepertiganya, berarti sebanyak enam ekor unta!!”
Anak kedua pun kemudian mengambil bagiannya sebanyak enam ekor unta dengan ikhlas dan terharu.
Dan beliau berkata lagi, “Dan engkau, wahai anak yang termuda, ambillah bagianmu seper-duanya, berarti kamu mendapatkan sembilan ekor unta!!”
Anak termuda pun kemudian mengambil bagiannya sebanyak sembilan ekor unta, dan ternyata masih tersisa satu ekor lagi, dan Khalifah Ali berkata,
“Masih tersisa satu ekor, dan ini memang unta milikku tadi, maka aku mengambilnya kembali!!’
Coba anda perhatikan,
18 x 1/9 = 2
18 x 1/3 = 6
18 x 1/2 = 9
Jumlah dari 2+6+9=17
Sahabat Ali meminjamkan 1 ekor untanya supaya berjumlah 18 dan memudahkan dalam pembagian tanpa harus menyembelih unta. Karena angka 17 tak bisa buat membagi pecahan 1/9, 1/3 dan 1/2, yang dalam pembagian unta hidup dan setelah dibagipun unta supaya tetap dalam keadaan hidup. Remeh memang, tapi itu benar-benar tindakan yang luar biasa, yang luput dari pemikiran manusia manapun.
Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, “Ana madinatul ‘ilmi, wa aliyyun baabuuha!!” (Sesungguhnya saya ini kotanya ilmu, dan Ali adalah pintu gerbangnya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar