Minggu, 05 Februari 2012

Curhatku Sebagai Aktivis Open Source

Sebelum memulai menulis, ijinkan aku memperkenalkan diriku kawan. Namaku Akbar Bahaulloh, biasa dipanggil Akbar. Aku bekerja seorang guru swasta di sebuah dusun kecil, namanya Warureja, tepatnya ada di Desa Margasari Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

Catatan ini aku buat sebagai bentuk curhatku tentang kegiatanku selama ini sebagai aktivis open source, curhat tentang kesusahan yang selama ini aku rasakan. Aku menulis curhat ini adalah sebagai bentuk tenggang rasa kepada mereka yang mengalami nasib sama sepertiku.



Awal aku menjadi seorang aktivis berawal dari kegiatanku di sekolah, aku mendapat jam mengajar mata pelajaran GNU/Linux. Sebuah mata pelajaran yang menjadi muatan lokal di SMK Amirul Mu'min Sidareja. Aku mendapat jam tersebut hanya karena masalah sederhana waktu itu, hanya aku yang punya iso linux. Mungkin terlalu lebay, hanya karena punya iso linux saja mendapat jam mengajar GNU/Linux, tapi itulah kenyataan yang aku alami. Para guru yang lain merasa belum sanggup untuk mengampu jam tersebut, mungkin karena nama GNU/Linux masih terasa asing di kampung kami - aku pun merasakannya. Ya, di kampungku masih asing kata tersebut, yang kami selalu kami dengar adalah berbagai macam pernak-pernik propietary software. Dengan terpaksa, aku yang tadinya seorang staff tata usaha kini menjadi guru.

Menjadi seorang guru yang bisa mendidik siswanya dengan benar tidaklah mudah, itulah apa yang aku alami. Aku mengajar tanpa panduan apapun, entah itu RPP ataupun silabus. Yang aku ajarkan kepada anak-anak adalah apa yang aku pelajari pada malam hari. Kalian tahu? praktek pertama yang aku lakukan adalah setelah 2 bulan aku mengajar, itu pun praktek menginstall ubuntu memakai wubi. Dan praktek menginstall codec aku baru ajarkan setelah 3 bulan, aku benar-benar belum memiliki pengalaman apa pun waktu itu.

Mungkin itu bukan kendala yang berarti buatku, dengan sedikit belajar tekun maka masalah tersebut bisa teratasi. Tapi tahukah kalian permasalahan yang selama ini menggangguku? masalah software dan hardware. Saat itu hanya iso ubuntu 11.04 saja yang aku punya. Aku belum punya iso repository offline sebagai pengganti ketiadaan jaringan internet di kampungku. Tanpa repository, aku tak bisa mengajarkan anak-anak untuk menginstal aplikasi tambahan di ubuntu mereka. Mau beli darimana, gajiku cuma cukup buat makan. Tapi tenang saja kawan, masalah itu sudah terpecahkan setelah aku menemukan seorang yang bernama Samsul Ma'arif di internet, dia berasal dari Kecamatan Gandrungmangu, bersebelahan dengan Kecamatan Sidareja. Kini kami menjadi aktivis bersama.

Permasalahan software selesai, kini permasalahan hardware. Peralatan yang aku miliki hanya sebuah netbook Acer Aspire One Happy, modem Air Flash SX0301, dan sebuah flahsdisk 8GB, hanya itu. Aku tak bisa untuk berbuat sesukanya hanya dengan tiga peralatan itu. Modem yang sama sekali tidak support dengan Linux membuatku mati kutu. Kalau aku ingin browsing, terpaksa aku masih memakai windows (tenang saja kawan, windows yang aku gunakan cuma versi trial, bukan bajakan). Mungkin bisa sedikit membantu kalau aku memiliki dua mesin, hanya dengan satu mesin membuat belajarku sedikit terganggu. Aku belum memiliki hardware yang mencukupi dalam segala aktivitasku. Ingin membeli modem yang support linux, aku tak memiliki uang karena gajiku hanya cukup untuk makan. Ingin membeli sebuah mesin yang canggih, lagi-lagi aku tak memiliki uang yang banyak. Ah benar-benar menyebalkan. ..

Mungkin ada sebagian dari kalian yang bertanya, aktivis GNU/Linux kok masih memakai windows? Dan aku pun bertanya kepada diri sendiri, kenapa aku masih memakai windows. Jawabannya sederhana, karena aku belum memiliki kemampuan untuk membeli hardware yang ramah GNU/Linux. Dan di kampungku belum ada akses internet dengan kecepatan dewa seperti hsdpa, evdo, ataupun speedy. Akses internet yang aku gunakan hanyalah modem dengan kartu Flexi, hanya kecepatan 17 KBps rata-rata yang aku dapatkan. Sungguh menyedihkan, untuk mendowload iso cd ubuntu saja perlu waktu sekitar 17 jam, apalagi mengunduh repository yang ukurannya besar. Kalian boleh marah padaku kawan karena aku masih menggunakan windows...

Saat ini, aku sedang bermimpi untuk bisa membeli harddisk eksternal agar aku bisa menyimpan puluhan iso distro dan repository agar aku mudah beraktivitas. Dengan adanya harddisk eksternal, aku bisa dengan mudah memindahkan repository ke komputer teman-temanku dan aku pun bisa dengan mudah menginstal paket-paket aplikasi di komputer mereka. Akupun juga bermimpi, suatu saat nanti ada kecepatan dewa di kampungku, walaupun itu hanya sebuah warnet. Tapi itu hanya mimpi kawan, entah kapan bisa menjadi nyata....

Andai aku bisa seperti kalian, punya hardware tangguh dan punya koneksi dewa, mungkin perjuangan ini akan terasa semakin mudah. Aku selalu menghayal agar bisa seperti kalian. Kalian selalu menjadi barisan terdepan melawan kerakusan para vendor software, dan aku hanya bisa menjadi penonton. Kalian tak pernah lelah untuk menjadi seorang aktivis, tak seperti aku yang hanya bisa bermimpi.

Setelah membaca ini, aku ingin kalian lebih semangat lagi dalam menjadi aktivis. Aku mendukung kalian, kawan.


Catatan ini ditulis dengan menggunakan Tomboy di Linux Mint, dan diunggah menggunakan Windows 7 Ultimate trial version.

Tidak ada komentar: