Akar
kata Kurban adalah qaraba yang berarti dekat. Orang yang berkurban
berupaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Upaya mendekatkan diri ini memerlukan
pengorbanan, baik pengorbanan tenaga, perasaan, fisik, ataupun waktu. Apa pun
bentuk ibadah atau amal shalih yang ditetapkan oleh Allah, semuanya adalah
bentuk pengorbanan kita kepada Allah. Jika kita melaksanakan seluruh
perintah-Nya, maka kita akan mencapai tingkat orang yang bertaqarub kepada-Nya.
Peristiwa
kurban menggambarkan bagaimana keistimewaan keluarga Nabi Ibrahim yang telah
berhasil menanamkan 'satu kesamaan irama' dalam mengutamakan Allah berada di
atas segalanya. Apa pun tuntutan pengorbanan dari Allah, tak ada satu pun
anggota keluarga yang menentang tuntutan tersebut, sami'na wa ato'na (kami
dengar dan kami taat). Ini yang patut dicontoh oleh para keluarga muslim di
jaman sekarang. Walaupun hal tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan proses.
Salah
satu dari keprihatinan kita adalah masih
banyaknya masyarakat yang menjalankan ibadah hanya secara ritual saja. Ini
terjadi karena proses pembinaan iman yang belum cukup mendalam hingga
menimbulkan pemahaman dangkal dalam beribadah. Jika umat muslim sudah sampai
pada pemahaman yang mendalam tentang hakikat sesungguhnya dari beribadah, pasti
hal-hal formal dalam beribadah akan terbawa dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya saat menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha, kita harus menghayati
kembali tentang makna pelaksanaan kurban seperti halnya dengan Nabi Ibrahim.
Semangat ini tidak boleh hanya pada Idul Adha saja, seharusnya terbawa
seterusnya dalam kehidupan kita. Jika pandangan seperti ini yang kita pegang,
maka secara otomatis akan berpengaruh terhadap kehidupan kita. Kurban
mengajarkan kita tentang rasa peduli, perhatian, dan kasih sayang terhadap
sesama.
Tidak
seperti di negara yang kebanyakan penduduknya beragama Islam, perayaan Idul
Adha di Indonesia tampak biasa saja dan tak semeriah dibandingkan dengan hari
raya Idul Fitri. Ini adalah sebuah permasalahan budaya yang berdampak negatif.
Perayaan Idul Fitri yang lebih meriah berdampak kita merayakan semangat
'kembali kepada fitrah' dan mengesampingkan semangat berkurban.
Padahal,
takbir yang disunahkan untuk dikumandangkan pada hari raya Idul Adha adalah 4
hari mulai 10 sampai 13 Dzulhijjah (Hari Tasyrik). Sedangkan mengumandangkan
takbir pada hari raya Idul Fitri hanya disunahkan mulai dari maghrib sampai
subuh saja. Ini merupakan pertanda bahwa hari raya Idul Adha disunahkan lebih
meriah dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri.(Abe)
●
Artikel ini ditulis dengan
menggunakan OpenOffice 3.2.0 pada Linux BlankOn Ombilin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar