Sabtu, 05 November 2011

Idul Adha Seharusnya Lebih Meriah


Akar kata Kurban adalah qaraba yang berarti dekat. Orang yang berkurban berupaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Upaya mendekatkan diri ini memerlukan pengorbanan, baik pengorbanan tenaga, perasaan, fisik, ataupun waktu. Apa pun bentuk ibadah atau amal shalih yang ditetapkan oleh Allah, semuanya adalah bentuk pengorbanan kita kepada Allah. Jika kita melaksanakan seluruh perintah-Nya, maka kita akan mencapai tingkat orang yang bertaqarub kepada-Nya.

Peristiwa kurban menggambarkan bagaimana keistimewaan keluarga Nabi Ibrahim yang telah berhasil menanamkan 'satu kesamaan irama' dalam mengutamakan Allah berada di atas segalanya. Apa pun tuntutan pengorbanan dari Allah, tak ada satu pun anggota keluarga yang menentang tuntutan tersebut, sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami taat). Ini yang patut dicontoh oleh para keluarga muslim di jaman sekarang. Walaupun hal tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan proses.
Salah satu dari keprihatinan kita  adalah masih banyaknya masyarakat yang menjalankan ibadah hanya secara ritual saja. Ini terjadi karena proses pembinaan iman yang belum cukup mendalam hingga menimbulkan pemahaman dangkal dalam beribadah. Jika umat muslim sudah sampai pada pemahaman yang mendalam tentang hakikat sesungguhnya dari beribadah, pasti hal-hal formal dalam beribadah akan terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saat menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha, kita harus menghayati kembali tentang makna pelaksanaan kurban seperti halnya dengan Nabi Ibrahim. Semangat ini tidak boleh hanya pada Idul Adha saja, seharusnya terbawa seterusnya dalam kehidupan kita. Jika pandangan seperti ini yang kita pegang, maka secara otomatis akan berpengaruh terhadap kehidupan kita. Kurban mengajarkan kita tentang rasa peduli, perhatian, dan kasih sayang terhadap sesama.
Tidak seperti di negara yang kebanyakan penduduknya beragama Islam, perayaan Idul Adha di Indonesia tampak biasa saja dan tak semeriah dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri. Ini adalah sebuah permasalahan budaya yang berdampak negatif. Perayaan Idul Fitri yang lebih meriah berdampak kita merayakan semangat 'kembali kepada fitrah' dan mengesampingkan semangat berkurban.
Padahal, takbir yang disunahkan untuk dikumandangkan pada hari raya Idul Adha adalah 4 hari mulai 10 sampai 13 Dzulhijjah (Hari Tasyrik). Sedangkan mengumandangkan takbir pada hari raya Idul Fitri hanya disunahkan mulai dari maghrib sampai subuh saja. Ini merupakan pertanda bahwa hari raya Idul Adha disunahkan lebih meriah dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri.(Abe)

    Artikel ini ditulis dengan menggunakan OpenOffice 3.2.0 pada Linux BlankOn Ombilin

Tidak ada komentar: