Hidup serba
terbatas tak membuat nasionalisme Nurmali luntur. Warga Camar Bulan, Kalimantan
Barat ini menjadikan rumahnya sebagai benteng pertahanan terakhir dalam
sengketa wilayah Indonesia Malaysia. Rumah yang dia sebut Pondok Merah Putih
itu menjadi bukti bahwa pekarangan yang ditempatinya merupakan wilayah RI.
Nurmali
tinggal di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat. Tanpa diperintah pemerintah pusat, dia berinisiatif menjadi
orang yang berdiri di barisan terdepan dalam sengketa perbatasan dengan
Malaysia.
Rumah tempat
dirinya tinggal persis berada di tapal batas Indonesia-Malaysia. Dia mengecat
rumahnya dengan warna merah putih sebagai simbol nasionalisme. Nurmali siap
menjadi saksi bahwa rumah tempat tinggalnya itu merupakan wilayah NKRI. Sampai
kapan pun, hal itu akan dia pertahankan.
Keberanian dan
semangat Nurmali tersebut mendapatkan apresiasi dari Bupati Sambas Hj. Juliarti
Djuhardi Alwi dan ketua DPRD Sambas H. Masud Sulaiman. Bersama Muspida Sambas,
dua pejabat tersebut bertandang ke pondok Nurmali yang berdinding kayu itu
pekan lalu.
Melalui warna
merah dan putih, Nurmali ingin menegaskan kepada orang Indonesia dan Malaysia
bahwa tempat yang dia tinggali adalah wilayah NKRI. “Apa pun yang terjadi,
biarpun kondisi saya begini (hidup serba kekurangan, red), NKRI harus dipertahankan dan saya siap,” tegasnya bersemangat.
Nurmali tidak
hidup sendiri di Pondok Merah Putih. Dia tinggal bersama Istri, Syarifah, serta
empat anaknya, Iyan Pertiwi, Putra, Nurhakiki, dan Apik. Hampir dua tahun
Nurmali beraktivitas di wilayah OBP (outstanding
boundary problems) alias kawasan bermasalah tersebut. Dia mengelola kebun
karet dan ladang.
Nurmali
termasuk pria yang sangat bernyali. Terang-terangan dia mengaku tidak takut
sedikitpun kepada Polisi Diraja Malaysia. “Meski saya belum sekali pun selama
bermukim di sini bertemu polisi Malaysia, saya tidak khawatir, apalagi takut.
Sebab, saya yakin, ini wilayah Indonesia,” ujarnya.
Walaupun tak
pernah berjumpa polisi Malaysia, Nurmali pernah melihat helikopter dan pesawat
Malaysia melintas di atas lahan yang dikelolanya. “Melintas sudah sering,
bahkan berputar-putar di lahan saya,” ungkapnya.
Saat mendapat
kunjungan bupati dan ketua DPRD Sambas itu, Nurmali meminta pemerintah
memperhatikan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Di antaranya,
memberikan bantuan bibit dan pupuk. Dengan demikian, masyarakat perbatasan bisa
mengembangkan perkebunan untuk kesejahteraan keluarga. “Hanya itu harapan
kami,” katanya.
Kawasan yang
ditinggalli Nurmali masuk wilayah perbatasan RI-Malaysia, tepatnya di Bukit
Semunsam, lokasi bermasalah di Dusun Camar Bulan seluas 1.499 hektar. Nama
Semunsam sudah dikenal masyarakat Temajuk (Indonesia) maupun Teluk Melano dan
Serabang, Malaysia, berdasar patok A 104 menuju lokasi Watersed. Lokasi
tersebut tidak ditemukan pada MoU 1978.
Menurut Kepala
Desa Temajuk, Mulyadi, Nurmali berani tinggal di wilayah OBP karena merasa
yakin tanah yang ditempati itu merupakan wilayah NKRI. Pondok Merah Putih milik
Nurmali tersebut berjarak tidak jauh dari lokasi Watersed.
Bupati Sambas
Juliarti Djuhardi Alwi meminta pemerintah pusah segera menyelesaikan masalah
perbatasan. Sebab, itu merupakan kewenangan pusat. “Perlu tindakan nyata dan
cepat agar masyarakat tidak khawatir beraktivitas di wilayah IBP Camar Bulan.
Pemkab Sambas akan mempertahankan wilayah Camar Bulan sesuai dengan Traktat
London 1981 yang pernah dilakukan di Belanda dan Inggris,” tegas bupati
perempuan pertama di Kalbar tersebut.
Dia
menjelaskan, Traktat London harus dipertahankan. Sebab, MoU atau nota
kesepakatan 1978 hingga sekarang masih dibahas, sehingga kawasan Camar Bulan
seluas 1.499 hektar itu masuk masuk kawasan OBP.
Dalam kasus
Camar Bulan, kata Juliarti, tidak ada pencaplokan wilayah. Hanya, dulu untuk
mencapai lokasi patok, masyarakat Temajuk menumpuhnya dengan berjalan kaki
hingga 1,5 jam. Sekarangan berjalan kaki ke lokasi patok hanya 15 menit.
Laporan : Hari Kurniatham – sambas.
Radar Tasikmalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar