Sabtu, 15 Oktober 2011

Metode Pembinaan Tasawuf di Zaman Modern


       Akhlak tasawuf sebagai suatu ilmu yang sangat berguna dalam rangka membentuk manusia-manusia yang humanis dengan moral yang luhur memerlukan metode dalam pembinaannya, sebagian metode pembinaan akhlak memang sudah bisa ditangkap pada uraian-uraian sebelum ini, dan pada hakikatnya ajaran yang disampaikan itu sama, hanya mungkin berbeda nama dan istilah saja sebagai bungkusnya. Tetapi walaupun demikian hal itu bisa dinamakan modern – kalau boleh dibilang demikian – paling tidak dari segi waktu atau zaman.
Di antaranya adalah :

1.      Metode Menejemen Qolbu

     Menejemen Qolbu atau menata hati adalah suatu bimbingan yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang mempunyai hati yang penuh dengan keikhlasan karena Allah Swt, berpandangan positif dan kedepan dengan selalu menata hati berdasarkan keimanan kepada Allah Swt.[1]
           K.H. Abdullah Gymnastiar adalah pelopor dari Menejemen Qolbu ini, beliau dilahirkan di Bandung pada tanggal 29 Januari 1962 dengan mendirikan Pesantren “Virtual” Daarut Tauhid, yang berada di kawasan Gegerkalong Girang, Bandung Utara.
      Aa Gym, demikian panggilan akrab beliau, sempat mengenyam pendidikan di PAAP UNPAD dan PIKSI-ITB, serta Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Cimahi. Sementara bekal ilmu kepesantrenan diperolehnya sebagai karunia Allah, dengan “syariat” mendapatkan bimbingan spiritual dari (antara lain) salah seorang adik kandungnya sendiri (kini almarhum), seorang sepuh (tua, senior) di sebuah pesantren di Garut, dan K.H. Choer Affandi (alm.), Pemimpin Pondok Pesantren Manonjaya, Tasikmalaya. Jadi, tidak sampai sempat nyantri dalam arti sebenarnya (belajar di pesantren selama bertahun-tahun).[2]
        Apa yang diajarkan oleh kiyai yang sedang kondang ini sesungguhnya tidak jauh beda dengan apa yang telah diajarkan oleh para ulama terdahulu, tetapi kemasan yang beliau buat membuat orang menilai bahwa hal itu adalah hal yang modern, disertai dengan gaya penyampaiannya yang ringan dan mudah ditangkap oleh kalangan masyarakat umum.
Menejemen Qolbu atau menata hati ini dapat dijelaskan secara singkat bagaimana pandangan Aa Gym, misalkan.
Berangkat dari keluhan Imam Syafi’i kepada gurunya mengenai hati yang dapat diterangi oleh ilmu, Aa Gym menjelaskan bahwa ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya. Karenanya, banyak orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta’lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap saja buruk. Padahal kalau hati kita bersih, katanya, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal salih, maka harus diusahakan ketika menimbanya dengan hati yang selalu dalam keadaan bersih. Hati yang bersih, lanjutnya, adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan duniawi dan tidak pernah digunakan untuk menzalimi sesama. Semakin bersih hati, akan semakin dipekakan pula oleh Allah Swt untuk bisa mendapatkan imu yang bermanfaat dari manapun ilmu itu datangnya. Di samping itu, akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawanya kepada kemadlaratan.[3] Sehingga kita akan memperoleh hati yang selalu bercahaya.[4] Untuk memperoleh hati yang bersih dan selalu bercahaya ini maka kita harus selalu menata hati,[5] memperindah hati[6] dan menghidupkan hati nurani[7] dengan cara menjaga pandangan,[8] menjaga lisan,[9] memelihara perut[10] dan memilih pergaulan[11] sehingga kita akan memperoleh hati yang selamat.[12]
      Pada langkah-langkah selanjutnya Aa Gym bukan hanya berkiprah pada bagaimana menggunakan hati nurani, menejemen hati, untuk membentuk akhlak saja, tetapi juga pada bagaimana menggunakan hati nurani dalam berbisnis. Bahkan akhir-akhir ini beliau mendengungkan bagaimana berpolitik dengan hati nurani yang bersih dan selamat.
            Memperhatikan sepak terjang Aa Gym, memang patut diajungkan jempol, karena dengan memoles dan menampilkan wajah baru dalam pembinaan akhlak tersebut, kembali diharapkan moral bangsa kita yang sedang mengalami krisis ini mengalami perbaikan, apalagi ternyata model pembinaan akhlak yang dilakukan oleh Aa Gym tersebut diterima oleh semua kalangan, bahkan bukan saja oleh umat Islam tetapi juga di luar Islam itu sendiri. Karenanya dengan berdasar itu kami memasukkan metode beliau sebagai metode modern. Inilah alasannya.

2.      Metode Zikir

        Metode zikir ini adalah metode yang dikembangkan oleh K.H. Arifin Ilham, seorang kiyai muda yang mempunyai suara serak sebagai ciri khasnya, melalui majelis zikirnya di Jakarta.
      Tidak berbeda dengan K.H. Abdullah Gymnastiar, apa yang dilakukan oleh K.H. Arifin Ilham ini sesungguhnya juga sudah dikembangkan oleh para ulama terdahulu, terutama oleh para ahli tasawuf, sufi. Tetapi Ustadz Arifin, begitu biasanya beliau dipanggil, berhasil membangkitkan dan menggairahkan kembali zikir yang mulai ditinggalkan umat ini, dengan metode zikir berjama’ah, walau ada ulama yang kurang setuju dengan zikir berjama’ah ini, tetap saja beliau diminati oleh umat terutama yang mulai sadar akan kekeringan hati dan kegundahan jiwanya.

3.      Metode Nasyid

Indahnya pabila kau tahu
Allah tiada akan membiarkanmu
Meskipun di hatimu tiada menginsafi
Dikau disayanginya dikau milik-Nya
Kalimah-Nya imanmu
Hidayah harapanmu
Dikau musafir dalam kehidupan
Kerana itu kau perlukan
Bantuan-Nya dan jua hidayah-Nya nikmat
Dicurahkan-Nya untukmu
Meskipun dirimu tiada bersyukur
Tiada kau takuti siksa api neraka
Yang bakal menimpa mereka yang derhaka
Pintalah selalu pengampunan-Nya
Pohon dari-Nya hidayah dan cinta-Nya
Pasti kau akan bahagia
Pasti kau kan bahagia
Bahagia selamanya[13]

Itulah salah satu syair nasyid dari kelompok Brothers yang kalau diperhatikan betapa sangat dalam dan bermakna sekali ajaran yang disampaikan oleh mereka lewat syair nasyidnya itu. Di sana dapat ditangkap maksud yang ingin disampaikan oleh mereka itu, salah satunya adalah tentang taubat atas segala dosa, memohon hidayah dan bantuan Allah Swt, dan mensyukuri segala nikmat yang telah dianugerahkan-Nya, sehingga akan mencapai atau mendapatkan kebahagiaan yang kekal, selamanya.
Kalau diperhatikan syair di atas nampaknya apa yang disampaikan oleh Brothers adalah maqam taubat dalam tasawuf, dan yang lainnya yang berkaitan dengan akhlak tasawuf.
Brothers adalah salah satu grup nasyid dari negeri jiran, Malaysia. Di mana di Malaysia-lah awal mula munculnya grup nasyid yang kini sedang semarak, dimulai dengan munculnya grup Qatrun Nada, nasyid dari jama’ah Darul Arqam yang dilarang penyebarannya di Indonesia itu. Pada mulanya nasyid yang dibawakan oleh Qatrun Nada itu tidak menggunakan musik, tetapi pada perkembangan selanjutnya, grup Qatrun Nada yang terpecah, dan bahkan kini bermunculan telah menggunakan musik sebagai pengiringnya, mulai dari warna musik rebana, pop, solo, qasidah, rok sampai kepada musik ref kini pun telah ada.
Di Indonesia, mungkin salah satu grup nasyid yang ada misalnya adalah The Fikr, grup nasyid yang ada di bawah asuhan Aa Gym.
Selain warna musik yang kini telah berkembang, syair pun kini merambah pada persoalan yang lain, bukan hanya melulu berkaitan dengan pembinaan keimanan, akhlak saja tetapi merambah juga kepada persoalan yang dihadapi khususnya oleh kaum muda hanya memang di sana tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai agama, inilah yang membedakan dengan musik dan syair lain. Syair The Fikr berikut ini misalnya :

Mencintai dicintai fitrah manusia
Setiap insan di dunia akan
Merasakannya
Indah ceria kadang merana
Itulah rasa cinta
            Berlindunglah pada Allah dari cinta palsu
            Melalaikan manusia hingga berpaling dari-Nya
            Menipu daya dan melenakan
            Sadarilah wahai kawan
Cinta adalah karunia-Nya
Bila dijaga dengan sempurna
Resah menimpa gundah
Menjelma jika cinta
Tak dipelihara
            Cinta pada Allah, cinta yang hakiki
            Cinta pada Allah, cinta yang sejati
            Bersihkan diri gapailah cinta
            Cinta ilahi
Utamakanlah cinta pada-Nya
Terjagalah amalan kita
Binalah slalu cinta ilahi
Hidup kita ‘kan bahagia

        Tidak dapat dipungkiri kalau manusia sekarang khususnya kaum muda sangat gemar sekali dengan dunia hiburan, terutama musik, karenanya diperlukan musik alternatif yang bermutu dan membina keimanan dan akhlak kaum muda kita, dan salah satunya adalah nasyid. Itulah alasan kami memasukan nasyid sebagai salah satu metode pembinaan akhlak tasawuf di zaman modern ini. Apalagi ketika kami perhatikan ternyata ada perbedaan perilaku antara mereka yang mengkonsumsi nasyid dan yang tidak. Mereka yang mengkonsumsi nasyid jauh lebih Islami dan berakhlak luhur.

4.      Metode Mabit

      Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa) pertama kali kami[14] kenal, ketika kami mengikuti kegiatan ini untuk pertama kalinya di Masjid Pusdai (Pusat Dakwah Islamiyah) Bandung. Awalnya kami tidak tahu seperti apa sih kegiatan dari mabit itu. Kegiatan mabit tersebut dimulai dari sejak waktu Maghrib tiba dengan mengadakan shalat Maghrib berjama’ah, tadarus al-Qur’an sampai waktu Isya, lalu shalat Isya berjama’ah, yang setelahnya diadakan diskusi, bedah buku atau ceramah sampai pertengahan malam, dan istirahat/tidur. Pada sepertiga terakhir para jama’ah dibangunkan untuk shalat malam, tahajud diselingi dengan renungan. Pada saat-saat renungan itulah kami merasakan adanya pembinaan akhlak dengan masuk melalui maqam taubat, bahkan dengan renungan seperti itulah yang kami rasakan lebih menyentuh hati dan menggugah ghirah keIslaman kita. Inilah alasan kami memasukkan metode mabit ini sebagai salah satu metode pembinaan akhlak tasawuf di zaman modern ini.

5.      Metode Harakah

        Metode harakah yang kami masukkan ke dalam pembinaan akhlak tasawuf adalah Jama’ah Tabligh, karena pada saat ini Jama’ah Tabligh-lah yang kami rasa lebih dekat kepada akhlak tasawuf yang dimaksudkan di sini dibandingkan dengan yang lain terutama harakah yang muncul baru-baru ini.
       Sejak kami[15] lahir sampai tamat SMP, kami hidup dalam lingkungan NU. Pada waktu SMA kami masuk pada sekolah Muhammadiyah, di sana kami berkenalan dengan kelompok Salafiyah dan Negara Islam Indonesia. Pada tahun 1996 melanjutkan ke perguruan tinggi di Bandung, di sana-lah kami masuk gerakan Negara Islam Indonesia, walau hanya sebentar dan tidak aktif. Setelah itu kami berkenalan dengan Jama’ah Tabligh dengan ikut khuruj 3 hari. Selain itu kami juga sering berdiskusi dengan kelompok Hizbut Tahrir. Dari pergumulan itulah kami mengambil kesimpulan bahwa Jama’ah Tabligh-lah yang lebih dekat kepada pembinaan akhlak tasawuf yang kita bahas sekarang ini.
       Mustofa Hasan, Alumni Universitas Islam Madinah al-Munawarah dan rector Universitas al-Muhammadiyah khusus untuk wanita 1-86, Kashmir Road, Ghulam Mohd. Abad. Faishol Abad, menjelaskan tentang dirinya dan Jama’ah Tabligh. Bahwa setelah beliau menyelesaikan studi di Madrasah Deoband, Mendapat al-Syahadah al-Alamiyah di Universitas Khair al-Madaris, Multan Pakistan pada tahun 1382 H. Kemudian beliau mengajar di beberapa Pesantren antara lain: Sahiwal, Faishol Abad, Jehlem, Rawalpindi dan Islamabad. Hubungan beliau dengan Amir Jama’ah Tabligh di Pakistan, H. Basyir Ahmad rahimahullah, cukup rapat, tetapi beliau belum tahu kepentingan aktifitas jama’ah ini. Sampai akhirnya Allah Swt memberi kehormatan kepada beliau untuk dapat diterima di Fakultas Da’wah dan Ushuluddin, Universitas Islam Madinah al-Munawwarah. Pada hari ketiga dari diterimanya beliau di Universitas Islam, beliau dan seluruh mahasiswa asal Pakistan diundang oleh Syaikh Sa’id Ahmad ke Masjid al-Nur. Beliau telah menerangkan kepentingan usaha yang agung ini. Dari sejak itulah ucapan Syaikh Sa’id begitu berkesan di hati beliau dan beliau mendapat kesempatan untuk melihat jama’ah ini dari dekat.[16]
        Pada tahun 1395 H. beliau mendapat kesempatan untuk khuruj fisabilillah selama 40 hari ke Sudan. Beliau menjadi tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang hatinya telah terbakar oleh kesedihan dan kerisauan yang dalam karena melihat keadaan umat Islam di hari ini. Dalam kerja besar ini mereka tidak mempunyai kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi. Dan karena keikhlasan dan kesungguhan mereka dalam da’wah. Allah Swt telah memberikan hidayah kepada banyak hamba-hamba-Nya.
      Setelah tamat dari fakultas Da’wah dan Ushuluddin di Universitas Islam Madinah al-Munawwarah beliau menjadi tenaga da’i dari Lembaga Riset Ilmiyah, Fatwa, Da’wah dan Bimbingan Islam di Mauritania kemudian di negeri Bahrain dan bekerja di sana selama 12 tahun. Dalam masa itu, beliau telah mengunjungi banyak negara. Menurutnya, beliau belum pernah melihat pengaruh jama’ah manapun yang menyamai pengaruh Jama’ah Tabligh. Dan karena takut dari pengaruh jama’ah ini, sebagian orang menentangnya dan melemparkan tuduhan-tuduhan yang berbahaya. Tetapi karena keikhlasan mereka, Allah Swt selalu menolong dan membela mereka dengan bantuan gaib-Nya.[17]
        Syaikh Abu Bakar Jabir bin Ali al-Jazairy menjelaskan tumbuhnya Jama’ah ini, katanya, pada periode ketiga dari abad ke 13 H, di Delhi, ibu kota India, dengan pertolongan Allah Swt tumbuhlah Jama’ah Tabligh melalui usaha Syaikh Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail al-Kandahlawy didorong oleh apa yang telah menimpa umat Islam di sebagian besar negeri-negeri mereka berupa kebodohan, kefasikan, kerusakan dan lain sebagainya. Keadaan di mana umat Islam benar-benar meniru (tingkah laku) jahiliyah yang pertama. bahkan di banyak negeri peniruan mereka hampir-hampir sempurna. Sungguh ini adalah kerusakan dalam aqidah, kebodohan tentang ibadah, kesesatan fikiran dan penyakit jiwa, di negeri-negeri Islam, karena tertimpa kebodohan tentang Islam dan syari’atnya, kembali kepada penyembahan berhala Hindu dengan harapan dapat menyelamatkan siapa yang Allah kehendaki dari kebodohan tentang Islam dan syari’at-syari’atnya, sehingga ia mengetahui, beramal dan selamat, serta mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Sebab tidak ada keselamatan, kesempurnaan dan kebahagiaan tanpa ilmu tentang Islam dan syari’at-syari’atnya baik lahir maupun batin.[18]
        selanjutnya Syaikh Abu Bakar Jabir bin Ali al-Jazairy menjelaskan metode yang digunakan oleh jama’ah ini yang memuat enam materi dan disebut dengan enam sifat, yaitu:

a.    Mewujudkan hakikat syahadat. Yakni dengan beribadah kepada Allah Swt sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw, yang berupa amalan-amalan ibadah, macam-macam ketaatan dan taqarrub.
b.     Shalat yang khusyu dan khudlu. Yakni menegakkan shalat, dengan menyempurnakan rukun-rukun dan wajib-wajibnya. Kekhusyu’an sangat ditekankan untuk menjadikannya pencegah perbuatan keji dan mungkar. Banyak orang, shalat mereka tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar karena ketiadaan khusyu dan khudlu didalamnya.
c.  Ilmu yang disertai dengan zikir. Yakni mempelajari ilmu yang diperlukan dan beramal dengannya. Itulah yang dimaksud dengan zikir. Beramal dengan ilmu adalah zikir dan beramal tanpa ilmu adalah penyimpangan dan kelengahan. Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat dan doa yang tidak dikabulkan.
d.      Memuliakan saudara Muslim. maksudnya adalah mengembalikan harga diri saudara muslim yang telah hilang sejak lama, dimana seorang muslim menjadi musuh kepada saudaranya. Ia (tega) memukul badan saudaranya, menyesakkan nafasnya, merampas hartanya, menjatuhkan kehormatannya. Ia menzinahi ibunya, saudaranya, bibinya. Dan ini terjadi di negeri muslim. memuliakan saudara muslim adalah menghormatinya dan mengangkat harga dirinya. Hal ini adalah dengan menolak/menjauhkan gangguan dari padanya dan mempersembahkan kebaikan kepadanya sesuai dengan kemampuan kita sebagai manusia. Kaum muslimin telah benar-benar kehilangan kehormatan ini semenjak lama, kecuali yang masih tersisa sedikit dan sangat jarang, sesuatu yang jarang tidak layak untuk diperhitungkan.
e.      Mengoreksi niat. Maksudnya adalah hendaklah seorang muslim meniatkan seluruh amalnya untuk mendapatkan ridlo Allah Swt. Itulah keikhlasan yang disebutkan dalam al-Qur’an dan ditegaskan oleh sunnah Rasulullah Saw.
f.    Da’wah ilallah dan keluar di jalan Allah. maksud dari da’wah ilallah adalah menda’wah manusia kepada iman kepada Allah, dan beramal dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya yang perintah-perintahnya tertera jelas dalam al-Qur’an dan al-Sunnah agar seorang hamba menjadi sempurna dan bahagia di dunia dan di akhirat.[19]

      Setelah mereka membangun metode ini, memastikan kelayakannya dan menyelidiki daya gunanya, mereka mencari jalan untuk menerapkan dan melaksanakannya. Sehingga metode tersebut dari bentuk dan teori terwujud menjadi penerapan dan amal. Yakni dengan jalan :

a.      Masjid sebagai pusat utama da’wah.

       Dalam rangka taat kepada pemimpin para da’i, Muhammad Saw yang begitu sampai di kampung Bani Auf, di Quba langsung membangun Masjid Quba untuk (kepentingan) da’wah. Dan begitu unta beliau berhenti pada suatu tempat, di kampung Bani Najjar, beliau langsung merancang dan membangun masjid untuk kepentingan da’wah. Maka jama’ah ini menjadikan masjid sebagai pusat da’wah mereka. Dari masjid ke masjid. Masjid yang dijadikan pusat da’wah mereka adalah Masjid al-Nur untuk menimbulkan opotimisme dalam diri. Nama ini sangat sesuai dengan kenyataannya.
        Masjid-masjid dalam Islam adalah pusat-pusat cahaya dan penerangan. Karena disanalah dipelajari ilmu, disucikannya ruh dengan ibadah-ibadah baik berupa shalat, zikrullah, do’a, tilawat al-Qur’an dan lain sebagainya. Di dalamnya didapatkan adab-adab dan pendidikan akhlak. Dengan demikian masjid akan senantiasa membimbing seseorang kepada sifat-sifat tidak banyak bicara, perangai yang baik, kesucian rohani, serta kebersihan badan dan pakaian sekaligus. Di masjidlah para mubaligh berkumpul pada malam libur setiap minggu. Mereka menginap di sana dengan meninggalkan tempat-tempat tidur mereka, istri-istri mereka dan anak-anak mereka di rumah, agar lebih dapat berkonsentrasi dalam beribadah dan bertaqarrub kepada Allah, di mana di lain pihak orang-orang lengah pada malam itu menggunakannya untuk permainan-permainan batil. Mereka hanya tidur setelah mendekatnya waktu Subuh dan terus tidur sehingga siang hari dengan tanpa shalat dan zikir.
    Pada malam i’tikaf mereka di masjid itu salah seorang yang memiliki kelayakan menyampaikan nasihat, mengingatkan kewajiban-kewajibban mereka dan meminta supaya mereka berkorban di jalan Allah beberapa waktu. Caranya adalah dengan mencatatkan nama-nama mereka dalam daftar orang-orang yang akan keluar di jalan Allah untuk berda’wah terhadap orang-orang yang lengah dan berpaling dari zikrullah dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Supaya Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki dengan sebab usaha mereka. Dalam hal ini mereka memandang kepada sabda Rasulullah Saw :

لأنْ يَـهْدِى اللهُ بِـكَ رَجُـلاً وَاحِـدًا خَيْـرٌ لَكَ مِنْ حُـمُرِ النَّـعَمِ

   “Apabila Allah memberikan hidayah kepada seseorang dengan sebab engkau, itu lebih baik dari pada engkau mendapatkan unta merah”.

       Sesudah shalat Subuh seseorang yang memiliki kemampuan, karena pengalaman prakteknya yang lama dalam da’wah, menyampaikan petunjuk-petunjuk kerja da’wah kepada orang-orang yang telah mendaftarkan diri untuk keluar di jalan Allah sesuai dengan kesiapan waktu-waktu mereka, sebab di antara mereka ada yang mendaftarkan diri untuk keluar di jalan Allah satu hari dan ada yang lebih. Petunjuk kerja da’wah yang disampaikan ini mereka namakan “hidayah” yang berarti kesungguhan niat dan kesediaan untuk terikat dengan adab-adab da’wah dalam perjalanan, diam di masjid, menjalin persahabatan yang baik dan benar-benar taat kepada Amir/ketua rombongan dari sejak berangkat hingga kembali. Sesudah selesai penyampaian hidayah, masing-masing rombongan berkumpul dengan amir mereka. Amir memberikan pesan-pesan supaya semua anggota rombongan sabar, taat dan memiliki niat yang baik. Kemudian amir mengumpulkan ongkos/biaya mereka. Biaya ini hanyalah biaya keberkahan dan tidak dilihat dari jumlahnya. Ini karena sifat zuhud menyertai nilai ongkos yang sangat minim itu. Amir kemudian menunjuk dua orang untuk mengusahakan alat transportasi. Pada saat menaiki kendaraan dalam perjalanan mereka selalu membaca doa-doa safar, mempelajari ayat-ayat yang mudah dari al-Qur’an, hadis-hadis tentang adab dan akhlak dan lain sebagainya. Apabila sampai di kota atau kampung tujuan, mereka segera menuju ke masjid. Sesudah shalat tahiyyat masjid, mereka berkumpul untuk bermusyawarah dalam rangka mengatur kerja-kerja da’wah selama 24 jam (dari pagi hari sampai pagi hari berikutnya). Kerja-kerja da’wah mencakup hal-hal berikut ini :

1.      Menyiapkan konsumsi dengan ditunjuk dua atau tiga orang.
2.   Mengatur waktu untuk mengunjungi imam masjid, kantor polisi, aparat pemerintah baik kepala desa, camat dan lain-lain, tokoh masyarakat. Mereka menginginkan dengan kunjungan-kunjungan ini timbulnya kasih sayang dan kesatuan hati serta untuk menghilangkan keragu-raguan, sekaligus melaksanakan kewajiban untuk hormat kepada para penanggung jawab (masyarakat).
3.    Pengenalan rombongan kepada mushollin/jama’ah masjid dilakukan setelah shalat zuhur. Mereka mengenalkan diri bahwa mereka adalah saudara-saudara muslimin yang terikat oleh persaudaraan Islam. mereka datang bukan untuk mencari keuntungan dunia, tetapi semata-mata karena ingin mengunjungi kaum muslimin, berkenalan dan mewujudkan saling kasih sayang di antara mereka dan meminta mereka untuk keluar di jalan Allah dalam rangka mengingatkan dan membersihkan jiwa. Yakni mengingatkan manusia akan kebesaran Allah dan membersihkan jiwa dengan ketaatan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya Saw.
4.     Ta’lim yang diadakan setelah salat Ashar kemudian tazkir tentang adab-adab jaulah dan satu jam sebelum Maghrib sebagian mereka keluar untuk mengunjungi kaum muslimin di pasar-pasar, toko-toko, warung-warung, majlis-majlis dan rumah-rumah mereka untuk mengingatkan mereka akan kebesaran Allah dan meminta mereka agar hadir di masjid setelah salat Maghrib.

b.      Tata tertib Jaulah

    Di antara tata tertib Jama’ah Tabligh yang timbul dari metode da’wahnya, mereka menentukan amir (ketua), dalil (petunjuk jalan) dan mutakallim (pembicara) dalam jaulah. Sementara mereka keluar untuk melaksanakan jaulah, mereka menunjuk satu orang untuk berdo’a supaya Allah memberikan taufik dan kebaikan dalam usaha da’wah mereka dan supaya Allah Swt menurunkan hidayahnya kepada kaum muslimin. Satu orang juga dipilih untuk menyambut orang-orang yang datang ke masjid, menemani mereka dalam majelis, beramah tamah dan bermuzakarah untuk menciptakan keakraban hati di antara mereka.
    Sesudah salat Maghrib salah seorang menyampaikan pengumuman tentang akan diadakannya mau’idhoh (penyampaian nasehat) sesuainya melakukan salat sunnah. Pengumuman diawali dengan kalimat-kalimat berikut ini : “Sesungguhnya kejayaan dan kebahagiaan kita adalah dengan taat kepada Allah sesuai dengan cara Rasulullah Saw”. Penyampaian ini mereka sebut sebagai pembicaraan agama dan iman. Sesudah salat Isya mereka membaca satu kisah atau lebih dari kitab “Hayat al-Shahabat” (Kehidupan para sahabat), supaya mereka yang keluar di jalan Allah tidak merasa telah berkorban besar dalam tenaga, waktu dan harta mereka. Dengan demikian mereka akan bertambah semangat untuk berkorban di jalan Allah dengan senang hati dan kerelaan jiwa.
        Sebelum makan dan tidur seorang di antara mereka mengingatkan adab-adab dan sunnah-sunnah yang berkaitan dengan itu. Juga diingatkan tentang adab-adab masjid dan bagaimana seharusnya mereka ketika berada di dalamnya. Ia anjurkan mereka untuk bangun malam dan masing-masing benar-benar melaksanakannya sesuai dengan kemampuan rohani dan jasmaninya. Dan setengah jam sebelum Subuh tidak seorangpun di antara mereka yang masih tidur. Selesai salat Subuh, mereka duduk dalam majelis untuk mendengarkan mau’idhah kemudian mempelajari al-Qur’an, khususnya sepuluh surat dari surat al-Fil sampai al-Nas dan al-Fatihah, yang mereka anggap sangat penting untuk dihafal oleh setiap muslim, apalagi yang keluar di jalan Allah untuk berdakwah.
     Apabila matahari terbit dan naik satu tombak, mereka pun melakukan salat Dhuha, kemudian sarapan pagi dan istirahat kurang lebih satu jam, selanjutnya mereka bermusyawarah untuk pengaturan program yang mencakup kegiatan 24 jam sampai esok hari. Inilah tata tertib Jama’ah Tabligh secara garis besarnya dan sedikit detail.

c.       Kedisiplinan

      Jama’ah Tabligh memiliki aturan-aturan yang sangat mereka tekankan kepada siapa saja yang keluar di jalan Allah, agar dengan izin Allah, mereka mendapat manfaat dan bermanfaat bagi orang lain. Yakni :

1.      Menjaga empat hal :
a.      Taat kepada amir (ketua rombongan)
b.      Berperan aktif dalam amal ijtima’I (program bersama)
c.       Sabar dan tahan uji
d.      Kebersihan masjid
2.      Menyibukkan diri dengan empat hal :
a.      Dakwah
b.      Ibadah
c.       Ta’lim
d.      Khidmat (melayani anggota-anggota rombongan dengan bekerja sama dengan mereka)
3.      Mengurangi empat hal :
a.      Keluar dari masjid
b.      Makan dan minum
c.       Tidur
d.      Pembicaraan yang sia-sia
4.      Menghindari empat hal :
a.      Berlebih-lebihan dalam segala hal sehingga melampaui batas (israf)
b.      Thama’ kepada milik orang lain (isyraf)
c.       Meminta kepada manusia
d.      Memakai barang milik orang lain tanpa izin
5.      Tidak membicarakan tentang empat hal :
a.      Masalah-masalah fiqh, supaya orang-orang yang di dakwah tidak lari dari kebenaran
b.      Masalah-masalah politik, agar usaha dakwah tidak terhambat
c.       Keadaan-keadaan jama’ah, sehinga tidak menyakiti saudara-saudara sesama muslim
d.    Perdebatan, supaya waktu tidak terhambur dalam kesia-siaan dan supaya tidak menyakiti hati sesama muslim.

Pengaruh-pengaruhnya sebagai berikut :

1.      Tercapainya salat yang khusyu
2.    Terwujudnya syair-syair agama seperti hijab bagi wanita, memelihara janggut di kalangan laki-laki, tutup kepala dengan memakai sorban dan lain sebagainya.
3.      Hilangnya perbuatan-perbuatan syirik dan khurafat baik dalam ucapan, perbuatan ataupun keyakinan (i'tikad)
4.    Terwujudnya kesediaan memenuhi dakwah kepada Tauhid dan pengamalan al-Qur’an dan al-Sunnah. Mereka yang tinggal di Afrika Utara dan Eropa selalu mengikuti majlis-majlis taklim yang diadakan. Jama’ah ini mempunyai ciri khas berpegang teguh dengan aqidah salaf, memerangi syirik, bid’ah dan kesesatan.

Sementara itu Syaikh Yusuf bin ‘Isa al-Malahy menjelaskan bahwa mereka bukan orang-orang ma’shum seperti pada da’i yang lain. Beliau mengharapkan kepada para aktifis dakwah dan para ulama untuk berbuat adil terhadap mereka, berterima kasih kepada mereka atas kebaikan-kebaikan yang telah mereka laksanakan, atas kesabaran mereka yang besar dan ketabahan mereka mengalami kesulitan-kesulitan yang berat dalam rangka dakwah ila Allah. hendaklah bekerja sama dengan mereka dalam dakwah dan mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang kadang-kadang terjadi pada sebagian mereka, sesuai dengan perintah Allah Swt.[20] Rasulullah Saw bersabda,
“Agama adalah nasehat”. Dikatakan: “Untuk siapa ya Rasulullah?” sabda beliau, “Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara umum”. (H.R. Muslim).
“Seorang mukmin untuk mukmin yang lain laksana bangunan yang bagian-bagiannya saling menguatkan”. Dan beliau menganyam jari-jari kedua tangannya.” (H.R. Bukhari Muslim).
“Permisalan orang-orang beriman dalam saling mencintai, saling menyayangi dan saling kasih di antara mereka seperti satu jasad. Apabila salah satu anggota tertimpa penyakit maka seluruh anggota-anggotanya tidak dapat tidur dan demam”. (H.R. Bukhari Muslim).
“Seorang mukmin adalah cermin untuk saudaranya sesama mukmin”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang baik).
Syaikh Yusuf bin ‘Isa al-Malahy lebih lanjut menjelaskan bahwa jama’ah ini seringkali bertemu di Makkah, Madinah dan Riyadh. Kami senang sekali mendengar tentang mereka, kata beliau. Karena mereka suka memberi nasehat kepada hamba-hamba Allah, mendakwah kepada kebaikan dan mengutamakan kehidupan akherat, dan agar manusia tidak cenderung kepada kesibukan-kesibukan dunia yang melalaikan mereka dari perintah-perintah Allah Swt.
Syaikh Muhammad Ibrahim Aali Syaikh, Mufti Saudi Arabia dan Kepala Hakim pada zamannya, lanjut beliau, telah lebih dahulu memandang baik dan memuji mereka. Beliau menyebutkan hal ini dalam surat-surat beliau kepada ulama-ulama al-Ahsa’ dan daerah-daerah timur, dan juga pimpinan Jama’ah Tabligh di Madinah, Syaikh Said bin Muhammad dan jama’ahnya. Beliau telah berwasiat agar mereka berhubungan baik dengan Jama’ah Tabligh. Beliau ingatkan bahwa tujuan mereka adalah menyampaikan nasehat dan bimbingan di masjid-masjid, menganjurkan untuk mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah disertai peringatan untukmenjauhi bid’ah dan khurafat antara lain penyembahan kepada kuburan, meminta kepada orang-orang yang sudah mati dan bentuk-bentuk lain dari bid’ah dan kemungkaran, kemudian beliau berkata, “Saya menulis tentang mereka sebagai permintaan agar mereka dapat dibantu oleh sesama saudara muslim dengan membolehkan mereka melaksanakan kegiatan mereka itu, sambil memohon kepada Allah Swt agar mengaruniakan kepada mereka niat yang baik dan taufik untuk dapat berkata benar dan selamat dari tergelincirnya ucapan, dan mudah-mudahan bimbingan dan penerangan mereka bermanfaat. Sesungguhnya Allah Mahaberkuasa atas segala sesuatu”.
Selanjutnya beliau menjelaskan, banyak saudara-saudara beliau yang dapat dipercaya yang telah bergaul dengan mereka, dan mengadakan perjalanan bersama mereka ke berbagai negeri dengan sabar dan semangat dalam dakwah ila Allah, bersaksi akan kebaikan mereka dan bagaimana banyak orang terkesan dan mendapat hidayah karena usaha mereka. Maka, kata beliau, kewajiban bagi ahli ilmu dan iman, para da’i kebenaran untuk berbuat adil dan bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan. Juga mengingatkan mereka dan para da’i yang lain akan kesalahan yang mungkin terjadi, demi mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.

Demikian tadi beberapa metode pembinaan akhlak modern. Sebenarnya masih banyak metode yang sekarang sedang ramai dan bermunculan, tetapi kami mencukupkannya dengan metode-metode yang telah diuraikan diatas, karena sesungguhnya pada dasarnya metode-metode tersebut sama dengan metode-metode zaman dahulu, hanya saja diperbaharui – salah satunya – namanya saja.


Wallahu A'lam

[1] Perhatikan misalnya dari salah satu karyanya, K.H. Abdullah Gymnastiar dan Basyar Isya. Bening Hati: Menjadikan Hidup Tentram, Nyaman dan Lapang. (Bandung: MQS Pustaka Grafika. 2001). Cetakan I.
[2] K.H. Abdullah Gymnastiar dan Basyar Isya. Muslim Prestatif: Men-sinergi-kan Keunggulan Harmoni Dzikir-Fikir-Ikhtiar. (Bandung: MQS Pustaka Grafika. 2002). Cetakan I. hal. 5.
[3] K.H. Abdullah Gymnastiar dan Basyar Isya. Bening Hati … hal. 23-40.
[4] Ibid. hal. 32-40.
[5] Ibid. hal. 41-49.
[6] Ibid. hal. 50-56.
[7] Ibid. hal. 57-64.
[8] Ibid. hal. 73-80.
[9] Ibid. hal. 81-86.
[10] Ibid. hal. 87-92.
[11] Ibid. hal. 93-99.
[12] Ibid. hal. 65-72.
[13] Brothers. “Cinta Allah”. dalam Album Kompilasi.
[14] Yang dimaksud kami di sini adalah M. Rosyid Anwar
[15] Yang dimaksud kami di sini adalah M. Rosyid Anwar
[16] Mustofa Hasan. “Pengantar”. dalam Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dkk. Menyingkap Tabir Kesalahfahaman terhadap Jama’ah Tabligh. Diterjemahkan oleh Ahmad Najib Mahfudh Lc. (t.t.p.: t.p. t.t.). hal. ii-iii.
[17] ibid. hal. iii-iv.
[18] ibid. hal. 1-2.
[19] Ibid. hal. 2-5.
[20] Ibid. hal. 1; dan perhatikan Q.S. al-Baqarah, [2]: 85; al-‘Ashr, [103]: 1-3; dan al-Nahl, [16]: 125.

Tidak ada komentar: