Akhlak tasawuf sebagai suatu ilmu yang
sangat berguna dalam rangka membentuk manusia-manusia yang humanis dengan moral
yang luhur memerlukan metode dalam pembinaannya, sebagian metode pembinaan
akhlak memang sudah bisa ditangkap pada uraian-uraian sebelum ini, dan pada
hakikatnya ajaran yang disampaikan itu sama, hanya mungkin berbeda nama dan
istilah saja sebagai bungkusnya. Tetapi walaupun demikian hal itu bisa
dinamakan modern – kalau boleh dibilang demikian – paling tidak dari segi waktu
atau zaman.
Di antaranya adalah :
1.
Metode Menejemen Qolbu
Menejemen
Qolbu atau menata hati adalah suatu bimbingan yang bertujuan untuk menciptakan
manusia yang mempunyai hati yang penuh dengan keikhlasan karena Allah Swt,
berpandangan positif dan kedepan dengan selalu menata hati berdasarkan keimanan
kepada Allah Swt.[1]
K.H. Abdullah Gymnastiar adalah
pelopor dari Menejemen Qolbu ini, beliau dilahirkan di Bandung pada tanggal 29
Januari 1962 dengan mendirikan Pesantren “Virtual” Daarut Tauhid,
yang berada di kawasan Gegerkalong Girang, Bandung Utara.
Aa Gym, demikian panggilan akrab
beliau, sempat mengenyam pendidikan di PAAP UNPAD dan PIKSI-ITB, serta
Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Cimahi. Sementara bekal ilmu
kepesantrenan diperolehnya sebagai karunia Allah, dengan “syariat” mendapatkan
bimbingan spiritual dari (antara lain) salah seorang adik kandungnya sendiri
(kini almarhum), seorang sepuh (tua, senior) di sebuah pesantren di
Garut, dan K.H. Choer Affandi (alm.), Pemimpin Pondok Pesantren Manonjaya,
Tasikmalaya. Jadi, tidak sampai sempat nyantri dalam arti sebenarnya
(belajar di pesantren selama bertahun-tahun).[2]
Apa yang diajarkan oleh kiyai yang
sedang kondang ini sesungguhnya tidak jauh beda dengan apa yang telah diajarkan
oleh para ulama terdahulu, tetapi kemasan yang beliau buat membuat orang
menilai bahwa hal itu adalah hal yang modern, disertai dengan gaya
penyampaiannya yang ringan dan mudah ditangkap oleh kalangan masyarakat umum.
Menejemen
Qolbu atau menata hati ini dapat dijelaskan secara singkat bagaimana pandangan
Aa Gym, misalkan.
Berangkat
dari keluhan Imam Syafi’i kepada gurunya mengenai hati yang dapat diterangi
oleh ilmu, Aa Gym menjelaskan bahwa ilmu itu tidak akan menerangi hati yang
keruh dan banyak maksiatnya. Karenanya, banyak orang yang rajin mendatangi
majelis-majelis ta’lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap saja
buruk. Padahal kalau hati kita bersih, katanya, ia ibarat gelas yang bersih
diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi
gelas. Walhasil, bila menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal salih,
maka harus diusahakan ketika menimbanya dengan hati yang selalu dalam keadaan
bersih. Hati yang bersih, lanjutnya, adalah hati yang terbebas dari ketamakan
terhadap urusan duniawi dan tidak pernah digunakan untuk menzalimi sesama.
Semakin bersih hati, akan semakin dipekakan pula oleh Allah Swt untuk bisa
mendapatkan imu yang bermanfaat dari manapun ilmu itu datangnya. Di samping
itu, akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawanya
kepada kemadlaratan.[3] Sehingga kita akan memperoleh hati
yang selalu bercahaya.[4] Untuk memperoleh hati yang bersih dan
selalu bercahaya ini maka kita harus selalu menata hati,[5] memperindah hati[6] dan menghidupkan hati nurani[7] dengan cara menjaga pandangan,[8] menjaga lisan,[9] memelihara perut[10] dan memilih pergaulan[11] sehingga kita akan memperoleh hati
yang selamat.[12]
Pada langkah-langkah selanjutnya Aa
Gym bukan hanya berkiprah pada bagaimana menggunakan hati nurani, menejemen
hati, untuk membentuk akhlak saja, tetapi juga pada bagaimana menggunakan hati
nurani dalam berbisnis. Bahkan akhir-akhir ini beliau mendengungkan bagaimana
berpolitik dengan hati nurani yang bersih dan selamat.
Memperhatikan sepak terjang Aa Gym,
memang patut diajungkan jempol, karena dengan memoles dan menampilkan wajah
baru dalam pembinaan akhlak tersebut, kembali diharapkan moral bangsa kita yang
sedang mengalami krisis ini mengalami perbaikan, apalagi ternyata model
pembinaan akhlak yang dilakukan oleh Aa Gym tersebut diterima oleh semua
kalangan, bahkan bukan saja oleh umat Islam tetapi juga di luar Islam itu
sendiri. Karenanya dengan berdasar itu kami memasukkan metode beliau sebagai
metode modern. Inilah alasannya.
2.
Metode Zikir
Metode
zikir ini adalah metode yang dikembangkan oleh K.H. Arifin Ilham, seorang kiyai
muda yang mempunyai suara serak sebagai ciri khasnya, melalui majelis zikirnya
di Jakarta.
Tidak berbeda dengan K.H. Abdullah
Gymnastiar, apa yang dilakukan oleh K.H. Arifin Ilham ini sesungguhnya juga
sudah dikembangkan oleh para ulama terdahulu, terutama oleh para ahli tasawuf,
sufi. Tetapi Ustadz Arifin, begitu biasanya beliau dipanggil, berhasil
membangkitkan dan menggairahkan kembali zikir yang mulai ditinggalkan umat ini,
dengan metode zikir berjama’ah, walau ada ulama yang kurang setuju dengan zikir
berjama’ah ini, tetap saja beliau diminati oleh umat terutama yang mulai sadar
akan kekeringan hati dan kegundahan jiwanya.
3.
Metode Nasyid
Indahnya pabila kau tahu
Allah
tiada akan membiarkanmu
Meskipun
di hatimu tiada menginsafi
Dikau
disayanginya dikau milik-Nya
Kalimah-Nya
imanmu
Hidayah
harapanmu
Dikau
musafir dalam kehidupan
Kerana
itu kau perlukan
Bantuan-Nya
dan jua hidayah-Nya nikmat
Dicurahkan-Nya
untukmu
Meskipun
dirimu tiada bersyukur
Tiada
kau takuti siksa api neraka
Yang
bakal menimpa mereka yang derhaka
Pintalah
selalu pengampunan-Nya
Pohon
dari-Nya hidayah dan cinta-Nya
Pasti
kau akan bahagia
Pasti
kau kan bahagia
Itulah
salah satu syair nasyid dari kelompok Brothers yang kalau diperhatikan betapa
sangat dalam dan bermakna sekali ajaran yang disampaikan oleh mereka lewat
syair nasyidnya itu. Di sana dapat ditangkap maksud yang ingin disampaikan oleh
mereka itu, salah satunya adalah tentang taubat atas segala dosa, memohon
hidayah dan bantuan Allah Swt, dan mensyukuri segala nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya, sehingga akan mencapai atau mendapatkan kebahagiaan yang
kekal, selamanya.
Kalau
diperhatikan syair di atas nampaknya apa yang disampaikan oleh Brothers adalah
maqam taubat dalam tasawuf, dan yang lainnya yang berkaitan dengan akhlak
tasawuf.
Brothers
adalah salah satu grup nasyid dari negeri jiran, Malaysia. Di mana di
Malaysia-lah awal mula munculnya grup nasyid yang kini sedang semarak, dimulai
dengan munculnya grup Qatrun Nada, nasyid dari jama’ah Darul Arqam yang
dilarang penyebarannya di Indonesia itu. Pada mulanya nasyid yang dibawakan
oleh Qatrun Nada itu tidak menggunakan musik, tetapi pada perkembangan
selanjutnya, grup Qatrun Nada yang terpecah, dan bahkan kini bermunculan telah
menggunakan musik sebagai pengiringnya, mulai dari warna musik rebana, pop,
solo, qasidah, rok sampai kepada musik ref kini pun telah ada.
Di
Indonesia, mungkin salah satu grup nasyid yang ada misalnya adalah The Fikr,
grup nasyid yang ada di bawah asuhan Aa Gym.
Selain
warna musik yang kini telah berkembang, syair pun kini merambah pada persoalan
yang lain, bukan hanya melulu berkaitan dengan pembinaan keimanan, akhlak saja
tetapi merambah juga kepada persoalan yang dihadapi khususnya oleh kaum muda
hanya memang di sana tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai agama, inilah
yang membedakan dengan musik dan syair lain. Syair The Fikr berikut ini
misalnya :
Mencintai dicintai fitrah manusia
Setiap
insan di dunia akan
Merasakannya
Indah
ceria kadang merana
Itulah
rasa cinta
Berlindunglah pada Allah dari cinta
palsu
Melalaikan manusia hingga berpaling
dari-Nya
Menipu daya dan melenakan
Sadarilah wahai kawan
Cinta
adalah karunia-Nya
Bila
dijaga dengan sempurna
Resah
menimpa gundah
Menjelma
jika cinta
Tak
dipelihara
Cinta pada Allah, cinta yang hakiki
Cinta pada Allah, cinta yang sejati
Bersihkan diri gapailah cinta
Cinta ilahi
Utamakanlah
cinta pada-Nya
Terjagalah
amalan kita
Binalah
slalu cinta ilahi
Hidup
kita ‘kan bahagia
Tidak dapat dipungkiri kalau manusia
sekarang khususnya kaum muda sangat gemar sekali dengan dunia hiburan, terutama
musik, karenanya diperlukan musik alternatif yang bermutu dan membina keimanan
dan akhlak kaum muda kita, dan salah satunya adalah nasyid. Itulah alasan kami
memasukan nasyid sebagai salah satu metode pembinaan akhlak tasawuf di zaman
modern ini. Apalagi ketika kami perhatikan ternyata ada perbedaan perilaku
antara mereka yang mengkonsumsi nasyid dan yang tidak. Mereka yang mengkonsumsi
nasyid jauh lebih Islami dan berakhlak luhur.
4.
Metode Mabit
Mabit
(Malam Bina Iman dan Taqwa) pertama kali kami[14] kenal, ketika kami mengikuti kegiatan
ini untuk pertama kalinya di Masjid Pusdai (Pusat Dakwah Islamiyah) Bandung.
Awalnya kami tidak tahu seperti apa sih kegiatan dari mabit itu. Kegiatan mabit
tersebut dimulai dari sejak waktu Maghrib tiba dengan mengadakan shalat Maghrib
berjama’ah, tadarus al-Qur’an sampai waktu Isya, lalu shalat Isya berjama’ah,
yang setelahnya diadakan diskusi, bedah buku atau ceramah sampai pertengahan
malam, dan istirahat/tidur. Pada sepertiga terakhir para jama’ah dibangunkan
untuk shalat malam, tahajud diselingi dengan renungan. Pada saat-saat renungan
itulah kami merasakan adanya pembinaan akhlak dengan masuk melalui maqam
taubat, bahkan dengan renungan seperti itulah yang kami rasakan lebih menyentuh
hati dan menggugah ghirah keIslaman kita. Inilah alasan kami memasukkan metode
mabit ini sebagai salah satu metode pembinaan akhlak tasawuf di zaman modern
ini.
5.
Metode Harakah
Metode
harakah yang kami masukkan ke dalam pembinaan akhlak tasawuf adalah Jama’ah
Tabligh, karena pada saat ini Jama’ah Tabligh-lah yang kami rasa lebih dekat
kepada akhlak tasawuf yang dimaksudkan di sini dibandingkan dengan yang lain
terutama harakah yang muncul baru-baru ini.
Sejak kami[15] lahir sampai tamat SMP, kami hidup
dalam lingkungan NU. Pada waktu SMA kami masuk pada sekolah Muhammadiyah, di
sana kami berkenalan dengan kelompok Salafiyah dan Negara Islam Indonesia. Pada
tahun 1996 melanjutkan ke perguruan tinggi di Bandung, di sana-lah kami masuk
gerakan Negara Islam Indonesia, walau hanya sebentar dan tidak aktif. Setelah
itu kami berkenalan dengan Jama’ah Tabligh dengan ikut khuruj 3 hari. Selain
itu kami juga sering berdiskusi dengan kelompok Hizbut Tahrir. Dari pergumulan
itulah kami mengambil kesimpulan bahwa Jama’ah Tabligh-lah yang lebih dekat
kepada pembinaan akhlak tasawuf yang kita bahas sekarang ini.
Mustofa Hasan, Alumni Universitas
Islam Madinah al-Munawarah dan rector Universitas al-Muhammadiyah khusus untuk
wanita 1-86, Kashmir Road, Ghulam Mohd. Abad. Faishol Abad, menjelaskan tentang
dirinya dan Jama’ah Tabligh. Bahwa setelah beliau menyelesaikan studi di
Madrasah Deoband, Mendapat al-Syahadah al-Alamiyah di Universitas Khair
al-Madaris, Multan Pakistan pada tahun 1382 H. Kemudian beliau mengajar di
beberapa Pesantren antara lain: Sahiwal, Faishol Abad, Jehlem, Rawalpindi dan
Islamabad. Hubungan beliau dengan Amir Jama’ah Tabligh di Pakistan, H. Basyir
Ahmad rahimahullah, cukup rapat, tetapi beliau belum tahu kepentingan aktifitas
jama’ah ini. Sampai akhirnya Allah Swt memberi kehormatan kepada beliau untuk
dapat diterima di Fakultas Da’wah dan Ushuluddin, Universitas Islam Madinah
al-Munawwarah. Pada hari ketiga dari diterimanya beliau di Universitas Islam,
beliau dan seluruh mahasiswa asal Pakistan diundang oleh Syaikh Sa’id Ahmad ke
Masjid al-Nur. Beliau telah menerangkan kepentingan usaha yang agung ini. Dari
sejak itulah ucapan Syaikh Sa’id begitu berkesan di hati beliau dan beliau
mendapat kesempatan untuk melihat jama’ah ini dari dekat.[16]
Pada tahun 1395 H. beliau mendapat
kesempatan untuk khuruj fisabilillah selama 40 hari ke Sudan. Beliau menjadi
tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang hatinya telah terbakar oleh kesedihan
dan kerisauan yang dalam karena melihat keadaan umat Islam di hari ini. Dalam
kerja besar ini mereka tidak mempunyai kepentingan-kepentingan dan
tujuan-tujuan pribadi. Dan karena keikhlasan dan kesungguhan mereka dalam
da’wah. Allah Swt telah memberikan hidayah kepada banyak hamba-hamba-Nya.
Setelah tamat dari fakultas Da’wah
dan Ushuluddin di Universitas Islam Madinah al-Munawwarah beliau menjadi tenaga
da’i dari Lembaga Riset Ilmiyah, Fatwa, Da’wah dan Bimbingan Islam di
Mauritania kemudian di negeri Bahrain dan bekerja di sana selama 12 tahun.
Dalam masa itu, beliau telah mengunjungi banyak negara. Menurutnya, beliau
belum pernah melihat pengaruh jama’ah manapun yang menyamai pengaruh Jama’ah
Tabligh. Dan karena takut dari pengaruh jama’ah ini, sebagian orang
menentangnya dan melemparkan tuduhan-tuduhan yang berbahaya. Tetapi karena
keikhlasan mereka, Allah Swt selalu menolong dan membela mereka dengan bantuan
gaib-Nya.[17]
Syaikh Abu Bakar Jabir bin Ali
al-Jazairy menjelaskan tumbuhnya Jama’ah ini, katanya, pada periode ketiga dari
abad ke 13 H, di Delhi, ibu kota India, dengan pertolongan Allah Swt tumbuhlah
Jama’ah Tabligh melalui usaha Syaikh Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail
al-Kandahlawy didorong oleh apa yang telah menimpa umat Islam di sebagian besar
negeri-negeri mereka berupa kebodohan, kefasikan, kerusakan dan lain
sebagainya. Keadaan di mana umat Islam benar-benar meniru (tingkah laku)
jahiliyah yang pertama. bahkan di banyak negeri peniruan mereka hampir-hampir
sempurna. Sungguh ini adalah kerusakan dalam aqidah, kebodohan tentang ibadah,
kesesatan fikiran dan penyakit jiwa, di negeri-negeri Islam, karena tertimpa
kebodohan tentang Islam dan syari’atnya, kembali kepada penyembahan berhala
Hindu dengan harapan dapat menyelamatkan siapa yang Allah kehendaki dari
kebodohan tentang Islam dan syari’at-syari’atnya, sehingga ia mengetahui,
beramal dan selamat, serta mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Sebab tidak
ada keselamatan, kesempurnaan dan kebahagiaan tanpa ilmu tentang Islam dan
syari’at-syari’atnya baik lahir maupun batin.[18]
selanjutnya Syaikh Abu Bakar Jabir
bin Ali al-Jazairy menjelaskan metode yang digunakan oleh jama’ah ini yang
memuat enam materi dan disebut dengan enam sifat, yaitu:
a. Mewujudkan hakikat syahadat. Yakni dengan beribadah kepada
Allah Swt sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw, yang berupa
amalan-amalan ibadah, macam-macam ketaatan dan taqarrub.
b. Shalat yang khusyu dan khudlu. Yakni menegakkan shalat,
dengan menyempurnakan rukun-rukun dan wajib-wajibnya. Kekhusyu’an sangat
ditekankan untuk menjadikannya pencegah perbuatan keji dan mungkar. Banyak
orang, shalat mereka tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar karena
ketiadaan khusyu dan khudlu didalamnya.
c. Ilmu yang disertai dengan zikir. Yakni mempelajari ilmu yang
diperlukan dan beramal dengannya. Itulah yang dimaksud dengan zikir. Beramal
dengan ilmu adalah zikir dan beramal tanpa ilmu adalah penyimpangan dan
kelengahan. Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat dan
doa yang tidak dikabulkan.
d.
Memuliakan saudara Muslim. maksudnya adalah mengembalikan
harga diri saudara muslim yang telah hilang sejak lama, dimana seorang muslim
menjadi musuh kepada saudaranya. Ia (tega) memukul badan saudaranya,
menyesakkan nafasnya, merampas hartanya, menjatuhkan kehormatannya. Ia
menzinahi ibunya, saudaranya, bibinya. Dan ini terjadi di negeri muslim.
memuliakan saudara muslim adalah menghormatinya dan mengangkat harga dirinya.
Hal ini adalah dengan menolak/menjauhkan gangguan dari padanya dan
mempersembahkan kebaikan kepadanya sesuai dengan kemampuan kita sebagai
manusia. Kaum muslimin telah benar-benar kehilangan kehormatan ini semenjak
lama, kecuali yang masih tersisa sedikit dan sangat jarang, sesuatu yang jarang
tidak layak untuk diperhitungkan.
e. Mengoreksi niat. Maksudnya adalah hendaklah seorang muslim
meniatkan seluruh amalnya untuk mendapatkan ridlo Allah Swt. Itulah keikhlasan
yang disebutkan dalam al-Qur’an dan ditegaskan oleh sunnah Rasulullah Saw.
f. Da’wah ilallah dan keluar di jalan Allah. maksud dari da’wah
ilallah adalah menda’wah manusia kepada iman kepada Allah, dan beramal dengan
mentaati Allah dan Rasul-Nya yang perintah-perintahnya tertera jelas dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah agar seorang hamba menjadi sempurna dan bahagia di
dunia dan di akhirat.[19]
Setelah mereka membangun metode ini,
memastikan kelayakannya dan menyelidiki daya gunanya, mereka mencari jalan
untuk menerapkan dan melaksanakannya. Sehingga metode tersebut dari bentuk dan
teori terwujud menjadi penerapan dan amal. Yakni dengan jalan :
a.
Masjid sebagai pusat utama da’wah.
Dalam
rangka taat kepada pemimpin para da’i, Muhammad Saw yang begitu sampai di
kampung Bani Auf, di Quba langsung membangun Masjid Quba untuk (kepentingan)
da’wah. Dan begitu unta beliau berhenti pada suatu tempat, di kampung Bani
Najjar, beliau langsung merancang dan membangun masjid untuk kepentingan
da’wah. Maka jama’ah ini menjadikan masjid sebagai pusat da’wah mereka. Dari
masjid ke masjid. Masjid yang dijadikan pusat da’wah mereka adalah Masjid
al-Nur untuk menimbulkan opotimisme dalam diri. Nama ini sangat sesuai dengan
kenyataannya.
Masjid-masjid dalam Islam adalah
pusat-pusat cahaya dan penerangan. Karena disanalah dipelajari ilmu,
disucikannya ruh dengan ibadah-ibadah baik berupa shalat, zikrullah, do’a,
tilawat al-Qur’an dan lain sebagainya. Di dalamnya didapatkan adab-adab dan
pendidikan akhlak. Dengan demikian masjid akan senantiasa membimbing seseorang
kepada sifat-sifat tidak banyak bicara, perangai yang baik, kesucian rohani,
serta kebersihan badan dan pakaian sekaligus. Di masjidlah para mubaligh
berkumpul pada malam libur setiap minggu. Mereka menginap di sana dengan
meninggalkan tempat-tempat tidur mereka, istri-istri mereka dan anak-anak
mereka di rumah, agar lebih dapat berkonsentrasi dalam beribadah dan
bertaqarrub kepada Allah, di mana di lain pihak orang-orang lengah pada malam
itu menggunakannya untuk permainan-permainan batil. Mereka hanya tidur setelah
mendekatnya waktu Subuh dan terus tidur sehingga siang hari dengan tanpa shalat
dan zikir.
Pada malam i’tikaf mereka di masjid
itu salah seorang yang memiliki kelayakan menyampaikan nasihat, mengingatkan
kewajiban-kewajibban mereka dan meminta supaya mereka berkorban di jalan Allah
beberapa waktu. Caranya adalah dengan mencatatkan nama-nama mereka dalam daftar
orang-orang yang akan keluar di jalan Allah untuk berda’wah terhadap
orang-orang yang lengah dan berpaling dari zikrullah dan ketaatan kepada Allah
dan rasul-Nya. Supaya Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki
dengan sebab usaha mereka. Dalam hal ini mereka memandang kepada sabda
Rasulullah Saw :
لأنْ يَـهْدِى اللهُ بِـكَ رَجُـلاً وَاحِـدًا خَيْـرٌ لَكَ مِنْ
حُـمُرِ النَّـعَمِ
“Apabila Allah memberikan hidayah kepada
seseorang dengan sebab engkau, itu lebih baik dari pada engkau mendapatkan unta
merah”.
Sesudah shalat Subuh seseorang yang
memiliki kemampuan, karena pengalaman prakteknya yang lama dalam da’wah,
menyampaikan petunjuk-petunjuk kerja da’wah kepada orang-orang yang telah
mendaftarkan diri untuk keluar di jalan Allah sesuai dengan kesiapan waktu-waktu
mereka, sebab di antara mereka ada yang mendaftarkan diri untuk keluar di jalan
Allah satu hari dan ada yang lebih. Petunjuk kerja da’wah yang disampaikan ini
mereka namakan “hidayah” yang berarti kesungguhan niat dan kesediaan
untuk terikat dengan adab-adab da’wah dalam perjalanan, diam di masjid,
menjalin persahabatan yang baik dan benar-benar taat kepada Amir/ketua
rombongan dari sejak berangkat hingga kembali. Sesudah selesai penyampaian
hidayah, masing-masing rombongan berkumpul dengan amir mereka. Amir memberikan
pesan-pesan supaya semua anggota rombongan sabar, taat dan memiliki niat yang
baik. Kemudian amir mengumpulkan ongkos/biaya mereka. Biaya ini hanyalah biaya
keberkahan dan tidak dilihat dari jumlahnya. Ini karena sifat zuhud menyertai
nilai ongkos yang sangat minim itu. Amir kemudian menunjuk dua orang untuk
mengusahakan alat transportasi. Pada saat menaiki kendaraan dalam perjalanan
mereka selalu membaca doa-doa safar, mempelajari ayat-ayat yang mudah dari
al-Qur’an, hadis-hadis tentang adab dan akhlak dan lain sebagainya. Apabila
sampai di kota atau kampung tujuan, mereka segera menuju ke masjid. Sesudah
shalat tahiyyat masjid, mereka berkumpul untuk bermusyawarah dalam rangka
mengatur kerja-kerja da’wah selama 24 jam (dari pagi hari sampai pagi hari
berikutnya). Kerja-kerja da’wah mencakup hal-hal berikut ini :
1.
Menyiapkan konsumsi dengan ditunjuk dua atau tiga orang.
2. Mengatur waktu untuk mengunjungi imam masjid, kantor polisi,
aparat pemerintah baik kepala desa, camat dan lain-lain, tokoh masyarakat.
Mereka menginginkan dengan kunjungan-kunjungan ini timbulnya kasih sayang dan
kesatuan hati serta untuk menghilangkan keragu-raguan, sekaligus melaksanakan
kewajiban untuk hormat kepada para penanggung jawab (masyarakat).
3. Pengenalan rombongan kepada mushollin/jama’ah masjid
dilakukan setelah shalat zuhur. Mereka mengenalkan diri bahwa mereka adalah
saudara-saudara muslimin yang terikat oleh persaudaraan Islam. mereka datang
bukan untuk mencari keuntungan dunia, tetapi semata-mata karena ingin mengunjungi
kaum muslimin, berkenalan dan mewujudkan saling kasih sayang di antara mereka
dan meminta mereka untuk keluar di jalan Allah dalam rangka mengingatkan dan
membersihkan jiwa. Yakni mengingatkan manusia akan kebesaran Allah dan
membersihkan jiwa dengan ketaatan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya Saw.
4. Ta’lim yang diadakan setelah salat Ashar kemudian tazkir
tentang adab-adab jaulah dan satu jam sebelum Maghrib sebagian mereka keluar
untuk mengunjungi kaum muslimin di pasar-pasar, toko-toko, warung-warung, majlis-majlis
dan rumah-rumah mereka untuk mengingatkan mereka akan kebesaran Allah dan
meminta mereka agar hadir di masjid setelah salat Maghrib.
b.
Tata tertib Jaulah
Di
antara tata tertib Jama’ah Tabligh yang timbul dari metode da’wahnya, mereka
menentukan amir (ketua), dalil (petunjuk jalan) dan mutakallim (pembicara)
dalam jaulah. Sementara mereka keluar untuk melaksanakan jaulah, mereka
menunjuk satu orang untuk berdo’a supaya Allah memberikan taufik dan kebaikan
dalam usaha da’wah mereka dan supaya Allah Swt menurunkan hidayahnya kepada
kaum muslimin. Satu orang juga dipilih untuk menyambut orang-orang yang datang
ke masjid, menemani mereka dalam majelis, beramah tamah dan bermuzakarah untuk
menciptakan keakraban hati di antara mereka.
Sesudah salat Maghrib salah seorang
menyampaikan pengumuman tentang akan diadakannya mau’idhoh (penyampaian
nasehat) sesuainya melakukan salat sunnah. Pengumuman diawali dengan
kalimat-kalimat berikut ini : “Sesungguhnya kejayaan dan kebahagiaan kita
adalah dengan taat kepada Allah sesuai dengan cara Rasulullah Saw”.
Penyampaian ini mereka sebut sebagai pembicaraan agama dan iman. Sesudah salat
Isya mereka membaca satu kisah atau lebih dari kitab “Hayat al-Shahabat”
(Kehidupan para sahabat), supaya mereka yang keluar di jalan Allah tidak merasa
telah berkorban besar dalam tenaga, waktu dan harta mereka. Dengan demikian
mereka akan bertambah semangat untuk berkorban di jalan Allah dengan senang
hati dan kerelaan jiwa.
Sebelum makan dan tidur seorang di
antara mereka mengingatkan adab-adab dan sunnah-sunnah yang berkaitan dengan
itu. Juga diingatkan tentang adab-adab masjid dan bagaimana seharusnya mereka
ketika berada di dalamnya. Ia anjurkan mereka untuk bangun malam dan
masing-masing benar-benar melaksanakannya sesuai dengan kemampuan rohani dan
jasmaninya. Dan setengah jam sebelum Subuh tidak seorangpun di antara mereka
yang masih tidur. Selesai salat Subuh, mereka duduk dalam majelis untuk
mendengarkan mau’idhah kemudian mempelajari al-Qur’an, khususnya sepuluh surat
dari surat al-Fil sampai al-Nas dan al-Fatihah, yang mereka anggap sangat
penting untuk dihafal oleh setiap muslim, apalagi yang keluar di jalan Allah
untuk berdakwah.
Apabila matahari terbit dan naik
satu tombak, mereka pun melakukan salat Dhuha, kemudian sarapan pagi dan
istirahat kurang lebih satu jam, selanjutnya mereka bermusyawarah untuk
pengaturan program yang mencakup kegiatan 24 jam sampai esok hari. Inilah tata
tertib Jama’ah Tabligh secara garis besarnya dan sedikit detail.
c.
Kedisiplinan
Jama’ah
Tabligh memiliki aturan-aturan yang sangat mereka tekankan kepada siapa saja
yang keluar di jalan Allah, agar dengan izin Allah, mereka mendapat manfaat dan
bermanfaat bagi orang lain. Yakni :
1.
Menjaga empat hal :
a.
Taat kepada amir (ketua rombongan)
b.
Berperan aktif dalam amal ijtima’I (program bersama)
c.
Sabar dan tahan uji
d.
Kebersihan masjid
2.
Menyibukkan diri dengan empat hal :
a.
Dakwah
b.
Ibadah
c.
Ta’lim
d.
Khidmat (melayani anggota-anggota rombongan dengan bekerja
sama dengan mereka)
3.
Mengurangi empat hal :
a.
Keluar dari masjid
b.
Makan dan minum
c.
Tidur
d.
Pembicaraan yang sia-sia
4.
Menghindari empat hal :
a.
Berlebih-lebihan dalam segala hal sehingga melampaui batas
(israf)
b.
Thama’ kepada milik orang lain (isyraf)
c.
Meminta kepada manusia
d.
Memakai barang milik orang lain tanpa izin
5.
Tidak membicarakan tentang empat hal :
a.
Masalah-masalah fiqh, supaya orang-orang yang di dakwah
tidak lari dari kebenaran
b.
Masalah-masalah politik, agar usaha dakwah tidak terhambat
c.
Keadaan-keadaan jama’ah, sehinga tidak menyakiti
saudara-saudara sesama muslim
d. Perdebatan, supaya waktu tidak terhambur dalam kesia-siaan
dan supaya tidak menyakiti hati sesama muslim.
Pengaruh-pengaruhnya
sebagai berikut :
1.
Tercapainya salat yang khusyu
2. Terwujudnya syair-syair agama seperti hijab bagi wanita,
memelihara janggut di kalangan laki-laki, tutup kepala dengan memakai sorban
dan lain sebagainya.
3.
Hilangnya perbuatan-perbuatan syirik dan khurafat baik dalam
ucapan, perbuatan ataupun keyakinan (i'tikad)
4. Terwujudnya kesediaan memenuhi dakwah kepada Tauhid dan
pengamalan al-Qur’an dan al-Sunnah. Mereka yang tinggal di Afrika Utara dan
Eropa selalu mengikuti majlis-majlis taklim yang diadakan. Jama’ah ini
mempunyai ciri khas berpegang teguh dengan aqidah salaf, memerangi syirik,
bid’ah dan kesesatan.
Sementara
itu Syaikh Yusuf bin ‘Isa al-Malahy menjelaskan bahwa mereka bukan orang-orang
ma’shum seperti pada da’i yang lain. Beliau mengharapkan kepada para aktifis
dakwah dan para ulama untuk berbuat adil terhadap mereka, berterima kasih
kepada mereka atas kebaikan-kebaikan yang telah mereka laksanakan, atas
kesabaran mereka yang besar dan ketabahan mereka mengalami kesulitan-kesulitan
yang berat dalam rangka dakwah ila Allah. hendaklah bekerja sama dengan
mereka dalam dakwah dan mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang
kadang-kadang terjadi pada sebagian mereka, sesuai dengan perintah Allah Swt.[20] Rasulullah Saw bersabda,
“Agama
adalah nasehat”.
Dikatakan: “Untuk siapa ya Rasulullah?” sabda beliau, “Untuk Allah,
untuk kitab-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara
umum”. (H.R. Muslim).
“Seorang
mukmin untuk mukmin yang lain laksana bangunan yang bagian-bagiannya saling
menguatkan”. Dan
beliau menganyam jari-jari kedua tangannya.” (H.R. Bukhari Muslim).
“Permisalan
orang-orang beriman dalam saling mencintai, saling menyayangi dan saling kasih
di antara mereka seperti satu jasad. Apabila salah satu anggota tertimpa
penyakit maka seluruh anggota-anggotanya tidak dapat tidur dan demam”. (H.R. Bukhari Muslim).
“Seorang
mukmin adalah cermin untuk saudaranya sesama mukmin”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang
baik).
Syaikh
Yusuf bin ‘Isa al-Malahy lebih lanjut menjelaskan bahwa jama’ah ini seringkali
bertemu di Makkah, Madinah dan Riyadh. Kami senang sekali mendengar tentang
mereka, kata beliau. Karena mereka suka memberi nasehat kepada hamba-hamba
Allah, mendakwah kepada kebaikan dan mengutamakan kehidupan akherat, dan agar
manusia tidak cenderung kepada kesibukan-kesibukan dunia yang melalaikan mereka
dari perintah-perintah Allah Swt.
Syaikh
Muhammad Ibrahim Aali Syaikh, Mufti Saudi Arabia dan Kepala Hakim pada
zamannya, lanjut beliau, telah lebih dahulu memandang baik dan memuji mereka.
Beliau menyebutkan hal ini dalam surat-surat beliau kepada ulama-ulama al-Ahsa’
dan daerah-daerah timur, dan juga pimpinan Jama’ah Tabligh di Madinah, Syaikh
Said bin Muhammad dan jama’ahnya. Beliau telah berwasiat agar mereka
berhubungan baik dengan Jama’ah Tabligh. Beliau ingatkan bahwa tujuan mereka
adalah menyampaikan nasehat dan bimbingan di masjid-masjid, menganjurkan untuk
mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah disertai peringatan untukmenjauhi bid’ah
dan khurafat antara lain penyembahan kepada kuburan, meminta kepada orang-orang
yang sudah mati dan bentuk-bentuk lain dari bid’ah dan kemungkaran, kemudian
beliau berkata, “Saya menulis tentang mereka sebagai permintaan agar mereka
dapat dibantu oleh sesama saudara muslim dengan membolehkan mereka melaksanakan
kegiatan mereka itu, sambil memohon kepada Allah Swt agar mengaruniakan kepada
mereka niat yang baik dan taufik untuk dapat berkata benar dan selamat dari
tergelincirnya ucapan, dan mudah-mudahan bimbingan dan penerangan mereka
bermanfaat. Sesungguhnya Allah Mahaberkuasa atas segala sesuatu”.
Selanjutnya
beliau menjelaskan, banyak saudara-saudara beliau yang dapat dipercaya yang
telah bergaul dengan mereka, dan mengadakan perjalanan bersama mereka ke
berbagai negeri dengan sabar dan semangat dalam dakwah ila Allah,
bersaksi akan kebaikan mereka dan bagaimana banyak orang terkesan dan mendapat
hidayah karena usaha mereka. Maka, kata beliau, kewajiban bagi ahli ilmu dan
iman, para da’i kebenaran untuk berbuat adil dan bekerja sama dengan mereka
dalam kebaikan. Juga mengingatkan mereka dan para da’i yang lain akan kesalahan
yang mungkin terjadi, demi mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Demikian
tadi beberapa metode pembinaan akhlak modern. Sebenarnya masih banyak metode
yang sekarang sedang ramai dan bermunculan, tetapi kami mencukupkannya dengan
metode-metode yang telah diuraikan diatas, karena sesungguhnya pada dasarnya
metode-metode tersebut sama dengan metode-metode zaman dahulu, hanya saja
diperbaharui – salah satunya – namanya saja.
Wallahu A'lam
[1] Perhatikan misalnya dari salah satu karyanya, K.H. Abdullah
Gymnastiar dan Basyar Isya. Bening Hati: Menjadikan Hidup Tentram, Nyaman
dan Lapang. (Bandung: MQS Pustaka Grafika. 2001). Cetakan I.
[2] K.H. Abdullah Gymnastiar dan Basyar Isya. Muslim
Prestatif: Men-sinergi-kan Keunggulan Harmoni Dzikir-Fikir-Ikhtiar.
(Bandung: MQS Pustaka Grafika. 2002). Cetakan I. hal. 5.
[3] K.H. Abdullah Gymnastiar dan Basyar Isya. Bening Hati …
hal. 23-40.
[4] Ibid. hal. 32-40.
[5] Ibid. hal. 41-49.
[6] Ibid. hal. 50-56.
[7] Ibid. hal. 57-64.
[8] Ibid. hal. 73-80.
[9] Ibid. hal. 81-86.
[10] Ibid. hal. 87-92.
[11] Ibid. hal. 93-99.
[12] Ibid. hal. 65-72.
[13] Brothers. “Cinta Allah”. dalam Album Kompilasi.
[14] Yang dimaksud kami di sini adalah M. Rosyid Anwar
[15] Yang dimaksud kami di sini adalah M. Rosyid Anwar
[16] Mustofa Hasan. “Pengantar”. dalam Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, dkk. Menyingkap Tabir Kesalahfahaman terhadap Jama’ah
Tabligh. Diterjemahkan oleh Ahmad Najib Mahfudh Lc. (t.t.p.: t.p. t.t.).
hal. ii-iii.
[17] ibid. hal. iii-iv.
[18] ibid. hal. 1-2.
[19] Ibid. hal. 2-5.
[20] Ibid. hal. 1; dan perhatikan Q.S. al-Baqarah, [2]: 85;
al-‘Ashr, [103]: 1-3; dan al-Nahl, [16]: 125.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar