Ia
berasal dari daerah Barus dan kemunculannya dikenal pada masa kekuasaan Sultan
Alauddin Ri’ayat Syah di Aceh pada abad XVI M.
Hamzah Fansuri seorang ahli tasawuf
asli Melayu yang suka mengembara menjelajah Timur Tengah, Syam, Malaya, dan
beberapa pulau Nusantara Indonesia. Karya tulisnya dibuat dalam beberapa
bahasa, seperti: Bahasa Arab, Persia, Melayu dan sebagainya misalnya: Sya’ir
Perahu, Sya’ir Burung Pingai, Sya’ir Dagang, Sya’ir Jawi, Asrar Al-‘Arifin,
Syarabul ‘Asikin (Zinat Al-Muwahidin). Pandangannya merupakan perpaduan
antara tasawuf, filsafat dan ilmu kalam.
Sebagian ajarannya dapat dikemukakan
sebagai berikut:
i.
Wujud
Wujud
hanyalah satu, meskipun kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu berkulit dan
berisi, ada kenyataan lahir dan batin. Wujud ini mempunyai 7 martabat:
1.
Ahadiyah, hakikat sejati dari Allah;
2.
Wahda, hakikat dari Muhammad;
3.
Wahdiyah, hakikat dari Adam;
4.
Alam Araah, hakikat dari nyawa;
5.
Alam Mitsak, hakikat dari segala bentuk;
6.
Alam ajsam, hakikat tubuh;
7.
Alam insan, hakikat manusia.
Semua
berkumpul pada yang satu. Itulah Ahadiyah, itulah Allah dan itulah Aku. (Lihat
Hamka: Tasawuf, Perkembangannya dan Pemurnianya).
ii.
Allah
Allah
adalah Dzat yang Mutlak dan Qadim, First Causal (sebab pertama) dan Pecinta
alam semesta. Dzat Allah bisa ditamsilkan seperti laut yang dalam, laut
batiniah. Tuhan itu ada pada diri manusia, tetapi tidak identik dengan alam. Allah
bersifat Qadim, Hidup, Berilmu, Berkehendak, Berkuasa, Berkata, Mendengar dan
Melihat.
iii.
Penciptaan
Sebenarnya
hakikat dari Dzat Allah itu adalah Mutlak dan La-Ta’ayun (tidak dapat
ditentukan/dilukiskan). Dzat yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan
diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan, yaitu pengaliran kembali kepada-Nya
(Taraqy). Mengenai Ta’ayun ini dikemukakannya terdiri dari: Ta’ayun awal,
Ta’ayun tsani sampai dengan Ta’ayun khamis.
iv.
Manusia
Walaupun
manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, akan tetapi manusia adalah
tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh
(sempurna). Ia adalah aliran/pancaran langsung dari dzat Allah yang mutlak. Hal
ini menunjukan adanya kesatuan antara Allah dan manusia.
v.
Kelepasan
Sekalipun
manusia ini mempunyai potensi untuk menjadi insan kamil, tetapi karena
ghoflahnya maka pandangannya kabur dan tidak sadar bahwa seluruh alam semesta
ini adalah wajmi, palsu, atau bayangan. Kecerobohan/ghoflahnya adalah perbuatan
salah dan dosa, sedangkan obatnya ialah pengenalan terhadap diri sendiri,
sehingga seorang mengamati rupanya, hanyalah suatu bayangan, namanya hanyalah
suatu gelar saja, sedangkan memiliki rupa atau nama itu sebenarnya bagian yang
terdalam dari dirinya sendiri.
Yang dicita-citakan oleh Hamzah
dalam menuju kelepasan ini ialah penjauhan diri terhadap dunia ini secara
total. Untuk ini seseorang harus menempuh empat tingkatan jalan, yaitu: Syari’a,
Tharikat, Hakikat dan Ma’rifat.
Secara berurutan dari: Dari Alam
Nasut, ke alam Malakut, kemudian Alam Jabarut dan alam Fana.
-
Alam Nasut, suatu tingkatan bahwa setiap manusia berada
menurut kodratnya dan pada tingkat ini seseorang dianggap baru mulai.
-
Alam Malakut, suatu tingkatan di mana seseorang harus
melalui jalan rohani.
-
Alam Jabarut, suatu tingkatan di mana tingkat ini
dihubungkan pertemuan hamba dengan Tuhan, ialah mengenal Allah dengan
pengetahuan sempurna, tidak melekat pada keluarga dan harta, serta kedudukan
yang menjadi miliknya, tidak henti-hentinya menyebut Allah serta mencintai-Nya.
Alam
Fana, adalah alam ma’rifat, yaitu tingkatan yang paling tinggi dan sempurna dan
sekaligus merupakan rahasia Nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar