mungkin yang terbayang adalah perasaan yang timbul di antara dua orang yang berlainan jenis, antara laki-laki dan perempuan. Cinta terhadap lawan jenis itu biasa diidentikkan dengan istilah pacaran.
Lantas, bagaimana sih hukum pacaran dalam islam? Dalam Al-Qur’an, Al-Hadits maupun rujukan Islam lain tak ada istilah pacaran, yang ada adalah larangan mendekati zina.
“Waah.., kalo gitu pacaran boleh donk.., kan kita pacaran dalam kebaikan, saling memberi semangat, ngingetin untuk sholat, kita gak neko-neko kok.. “. Eits tunggu dulu, memang dalam islam tidak ada istilah pacaran, tapi pacaran yang kita kenal saat ini adalah suatu hubungan lelaki dengan perempuan yang bukan muhrim tanpa ikatan nikah, dan biasanya di dalam hubungan mereka terjadi berbagai hal-hal yang termasuk mendekati zina (berdua-duaan, berciuman, berpegangan tangan, saling memandang dsb) benar kan?, maka pacaran itu HARAM hukumnya sebab kategori mendekati zina. Sebagaimana firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S 17 : 32).
"Tapikan, seorang laki-laki butuh perempuan, dan juga sebaliknya?" (hadah) . Memang iya sih! Namun, apakah lantas karena butuh itu kita jadi menerobos garis batas yang telah diatur oleh Allah untuk menjaga kita? Yap, wajar kalo kita senang dengan lawan jenis. Fitrah, betul itu! Tapi fitrah bukan berarti harus diikuti sehingga tak terkontrol. Kita harus tetap menjaga fitrah agar tetap murni dan tidak terkotori dengan nafsu sesaaat.
Berikut adab pergaulan yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar mereka terhindar dari perbuatan zina yang tercela:
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi mereka…katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. 24: 30-31). Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Karena itu jagalah mata agar terhindar dari tipu daya setan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, “…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (QS. 24: 31). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 33: 59)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Nabi bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai muhrimnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan". (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah, “Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31) Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non muhrim) dengan ucapan
lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam keterangan lain disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan pencegahan sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan setan. Wallahu a’lam.
Selain dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, beliau bersabda: “Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan" (HR. Abu Dawud).
Selain itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita.” (HR. Abu Daud).
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita, bahwa pria dan wanita memang harus menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak diharapkan. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.
Lalu, bagaimana cara mengendalikan “perasaan” itu? Sahabatku, masih ingat kisah Fatimah ra, putri Rasulullah? Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra, Fatimah mengaku pernah menyukai seorang laki-laki. Ketika ditanya Ali, siapa laki-laki itu, Fatimah menjawab lelaki itu
sebenarnya Ali sendiri (ehem!). Bisa ditarik kesimpulan, sebenarnya sudah ada bibit cinta pada diri Fatimah terhadap Ali, tapi toh beliau tidak lantas jadi kasmaran dan mengekspresikan cintanya dengan suka-suka gue. Beliau simpan rasa itu, menatanya dengan rapi dan mengekspresikan saat memang sudah halal untuk diekspresikan, yaitu saat setelah mereka menikah. Aduh, jauh banget ya? Tapi tidak juga kok, karena itulah kendalinya. Kalau belum siap menikah? Ya, jangan main api. Ada beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk menjaga hati:
Kalau kita menyukai lawan jenis, CUKUP SAMPAI TAHAP SIMPATI. Jaga hati. Kalau tidak tahan, jauhi diri dari orang yang kita sukai. Banyak-banyak puasa. Sebagaimana diriwayatkan olah Abdullah bin Mas’ud: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan hendaklah menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa di antara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu.“ (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi)
Banyak ikut kegiatan untuk mengalihkan diri. Kurangi interaksi yang kurang jelas dengan lawan jenis. Tapi perlu diingat, di setiap tempat kita pasti selalu bertemu dengan lawan jenis. Jadi solusi utama memang kita harus MENJAGA DIRI.
Memperbanyak teman (yang sejenis lho) dan cobalah untuk terbuka dengan teman itu. Jadi kamu tidak merasa kesepian. Cuma akal-akalan si setan kalo kamu merasa berteman dengan lawan jenis lebih nyaman daripada berteman dengan sejenis. Ngibul tuh si setan! Masih tidak kuat dan tetap ingin pacaran? Ya silakan saja. Tapi tanggung resikonya. Harap diketahui, API NERAKA ITU PANAS, MESKI DI MUSIM HUJAN. DOSA BESAR ITU AWALNYA DARI KUMPULAN DOSA KECIL. Nah lho! Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkan kita dari perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Aamiin.
Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar