Rabu, 18 Mei 2011

Profil Perempuan Mulia

Oleh : Kholda Naajiyah


Bagaimanakah profil perempuan itu? Lemah lembut, halus budi bahasanya, banyak di rumah,
banyak anak, suka memasak, menjahit atau berkebun, patuh pada suami, pemalu, penurut, lebih pasrah, tidak banyak mengeluh. Ah, itu dulu. Sekarang, tidak banyak perempuan seperti itu. Yang sebaliknya, banyak. Perempuan kasar, pembangkang, pemberontak, banyak mengeluh, materialistik, selalu menuntut, tidak punya malu, dan juga jahat. Perempuan bahkan menjadi "ratu tega": tega mengaborsi janin, membuang orok, membunuh anak kandung, mengajak anak bunuh diri, menjual anak, membunuh suami, menipu, mengonsumsi narkoba, bahkan merampok.

Perempuan masa kini juga bukan perempuan yang pemalu. Sekarang mereka sangat pemberani. Berani menampakkan aurat, pergi jauh tanpa ditemani suami/mahram, membeberkan aib sendiri, tak malu menonjolkan diri, juga tak tabu membicarakan masalah intim.


Lalu, perempuan masa kini juga sangat kuat dan perkasa. Lihat saja, setiap kali peringatan Hari Kartini seperti April lalu, profil perempuan yang ditunjukkan sebagai ikon keberhasilan atas kemandirian dan kesetaraan perempuan adalah: penarik becak wanita, tukang ojek wanita, sopir taksi wanita, petinju wanita dan sejenisnya. Duh, begitukah profil perempuan modern? Itukah yang dicita-citakan kaum hawa?

Perempuan Sekuler

Sosok perempuan memang sudah mengalami pergeseran sangat tajam. Hal itu terjadi sejak arus emansipasi dihembuskan. Perempuan didorong misi untuk mengejar peran sama persis dengan laki-laki, bahkan kalau bisa melampaui. Paradigma kesetaraan gender itu dilahirkan oleh ideologi sekuler, yang menganggap agama sebagai faktor penghambat kemajuan perempuan.

Padahal, justru dengan mengajarkan paham kebebasan dan materialisme, perempuan terbelok jauh dari fitrahnya. Terjadi dehumanisasi, eksploitasi dan pelecehan terhadap perempuan. Perempuan sekulerjatuh dalam kerendahan harkat dan martabat. Harga dirinya hanya diukur dari penampilan fisik, tinggi dan berat badan, warna kulit, pakaian yang dikenakan, merek sepatu atau tasnya, serta jabatannya di ranah publik. Lahirlah perempuan yang sejatinya menderita lahir dan batin.

Sosok perempuan sekuler saat ini tak ubahnya seperti perempuan di Barat yang memang lebih dulu menerapkan sekulerisme. Di sana, perempuan memang sangat liberal. Mereka berhak menuntut siapa saja yang dikehendakinya, termasuk meninggalkan kodrat keperempuanannya. Namun, tak sedikit masyarakat di Barat sadar dan mulai mengembalikan perempuan kepada fitrahnya. Gerakan untuk "menggiring" perempuan kembali ke rumah, direspons positif berbagai elemen masyarakat, termasuk di Amerika Serikat. Ini setelah meluasnya problem-problem sosial gara-gara perempuan bersaing dengan laki-laki di ranah publik. seperti tingginya pengangguran (laki-laki), perceraian, perselingkuhan, dan single
parent. 

Sungguh bodoh jika peradaban sampah di Barat, yang sudah terbukti usang dan rusak, masih juga disanjung sebagai sistem terbaik di negara kita. Semestinya perempuan pintar tidak mau dirinya dipoles menjadi perempuan sekuler.

Perempuan Islam

Bersyukurlah, sebagian perempuan Muslim masih eling (sadar, red) dan menjalani hidup dengan nilai-nilai Islam. Masih banyak Muslimah yang bangga menjalani profesi ibu rumah tangga, melahirkan banyak generasi penerus, menyibukkan diri mendidiknya menjadi anak shalih.

Memang, berkiprah di ranah publik tidak dilarang. Bahkan, di antara para Muslimah masa kini, mereka juga berkiprah untuk masyarakat. Ada yang mengabdikan ilmunya untuk mencerdaskan kaum perempuan, mendakwahi dengan kajian fikih-fikih perempuan, menggugah perempuan agar menjadi peletak dasar perubahan menuju masyarakat islami.
Semua itu karena mereka paham Islam dan membersihkan diri dari nilai-nilai sekulerisme. Perempuan mulia tidak diukur dari penampilan fisik, pakaian dan asesorisnya. Perempuan mulia tidak materialistis, tapi juga tidak menderita karena kekurangan harta. Perempuan Islam tidak diperkenankan menjalani profesi yang merendahkan harkat dan martabatnya. Perempuan mulia menyibukkan diri dengan ibadah menuju ketakwaan karena itulah bekal utama dalam menjalani kehidupan.

Islam benar-benar dijadikan pandangan hidup. Sebab hanya Islamlah yang mengajarkan segala kebaikan. Jadi, jika ada perempuan berhati lembut, berkasih sayang dan penuh empati, sudah pasti mereka Muslimah taat. Jika ada Muslimah kaya yang juga gemar membantu sesama, itu bukan karena ajaran sekulerisme, melainkan Islam. Karena dalam Islam, sesama Muslim adalah bersaudara. Muslimah yakin, bersedekah bukan mengurangi harta, melainkan malah membuka pintu rezeki. Jika ada perempuan miskin tidak putus asa, namun tetap berharap pada rezeki dari-Nya, itu juga buah ketakwaan, bukan hasil didikan sekulerisme. Sebab Islam mengajarkan tawakal, sementara sekulerismejustru mengajak pada keputusasaan.

Dengan sikap mental yang mulia, sejarah mencatat, perempuan di masa khilafah mengalami kemajuan luar biasa, meski tanpa capek-capek menyetarakan perannya. Terutama di bidang ilmu, para Muslimah banyak yang menjadi kaum terpelajar. Tak sedikit orang Barat yang mengagumi kemuliaan para Muslimah. Jangan heran bila saat ini, banyak perempuan kafir Barat masuk Islam karena terpesona pada perlindungan Islam terhadap harkat dan martabat perempuan. Padahal itu hanya secuil yang diaplikasikan dari nilai-nilai Islam oleh para Muslimah masa kini, belum kaffah sebagaimana jika khilafah tegak.

Ya, jika khilafah menerapkan seluruh aspek syariah Islam, niscaya kemuliaan Muslimah akan semakin tampak nyata. Sebab hanya khilafahlah yang memuliakan perempuan. Sayang, profil perempuan mulia seperti ini tidak banyak diungkap.

Kini, saatnya mengembalikan harkat dan martabat perempuan, meluruskan kembali ke rel yang benar, mengarahkan kembali pada kodratnya. Dan itu hanya terwujud jika perempuan hidup di bawah naungan khilafah. Sejatinya, khilafah bisa diwujudkan.Tentu,jika perempuan pun ikut memperjuangkannya.


*Bagi semua umat muslim, tolong share tulisan ini. Terimakasih



Tidak ada komentar: