Minggu, 04 September 2011

Wanita Berjenggot? Memangnya ada?


Mungkin sobat blogger belum pernah mendengar tentang wanita yang memiliki jenggot. Yang memiliki jenggot umumnya ya kaum adam alias laki-laki. Sangat tidak umum sekali seorang wanita memiliki jenggot.


Namun kali ini berbeda, wanita yang berjenggot itu memang ada, salah satu wanita berjanggut yang pernah terliput adalah Julia Pastrana. 

Julia Pastrana adalah wanita yang mulai terkenal dengan julukan “wanita berjenggot” di pertangahan tahun 1800-an. Kini, melansir pemberitaan LiveScience, Minggu (24/5) disebutkan, lebih dari 150 tahun para ilmuwan akhirnya berhasil menguak mutasi genetik penyebab kondisi langka yang dialami Julia.





Julia Pastrana (1834-1860) Foto Di Buku Tahun 1900 WIKIPEDIA
Gangguan penyakit yang dikenal dengan nama ilmiahnya hypertrichosis terminalis (CGHT) ini menyebabkan pertumbuhan rambut yang lebat di sekujur tubuh, tampilan wajah yang aneh dan gusi gigi yang membesar.

Dalam beberapa kasus, orang-orang yang mengalami penyakit CGHT ini memiliki gusi gigi yang normal. Sebelumnya, penyakit ini sulit dipelajari disebabkan langkanya orang yang menderita jenis penyakit seperti ini. 

Setelah menganalisa sejumlah gen pada tiga keluarga keturunan China yang menderita CGHT dan satu orang lagi penderita CGHT gingival hyperplasia, para peneliti menguak adanya gangguan genetik pada kromosom 17.

Dalam tiga keluarga China tersebut, anggota keluarganya memiliki DNA yang menghapus kromosom ini. Artinya, mereka kehilangan bagian penting dalam gen penting mereka. Di lain hal, individu yang mengalami pembesaran pada gusi gigi memiliki ekstra potongan DNA yang disebut duplikasi DNA, tipe mutasi yang susunan DNA mereka berlipat ganda. Keabnormalan genetik inilah yang mempengaruhi empat hingga delapan gen pada koromosom 17.

“Walau sudah lama diyakini bahwa kebanyakan orang yang menderita CGH memiliki cacat genetik, mutasi genetik khusus yang menggarisbawahi CGHT dengan atau tanpa gingival hyperplasia belum ditemukan hingga kini,” jelas Xue Zhang, pemimpin penulis studi dari Chinese Academy of Medical Sciences dan Peking Union Medical College di Beijing.

Sejumlah studi di masa akan datang akan mencoba menemukan mekanisme mengapa mutasi ini bisa menyebabkan gangguan penampilan fisik si penderita, tambah Zhang. Hasil riset ini dipaparkan pada 21 Mei di American Journal of Human Genetics.

Tidak ada komentar: