Sabtu, 28 Mei 2011

Khalifah Pembela Sejati Perempuan

Oleh : Kholda Naajiyah


Kekerasan terhadap perempuan kembali menjadi sorotan. Baru baru ini Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan mengharapkan KTT ASEAN ke-18 mendorong tumbuhnya lembaga HAM perempuan di semua negara anggota ASEAN.

Gagasan pengadaan Komnas Perempuan di negara-negara ASEAN berangkat dari realitas masih banyaknya perempuan di ASEAN yang mengalami kekerasan, perdagangan manusia, tingginya angka kematian ibu, kemiskinan dan perempuan menjadi buruh murah. Bisakah lembaga perempuan seperti itu mengentaskan persoalan perempuan?


Solusi tak Mengakar

Komnas perempuan merupakan lembaga nonstruktural negara yang keberadaannya diakui sebagai satu-satunya model mekanisme HAM perempuan yang independen di dunia.

Tentu saja sebagai wadah perempuan di negara sekuler, proses pendampingan terhadap perempuan-perempuan bermasalah ini pun berangkat dari paradigma sekuler yang memandang kekerasan terhadap perempuan terjadi karena perempuan selalu di tempatkan sebagai subordinat laki-laki. Dan, agama islam dituduh atas konstruksi perempuan sebagai makhluk kelas dua itu. Karena itu, solusi yang ditawarkan untuk mengentaskan problem perempuan adalah dengan membebaskan perempuan dari belenggu ikatan agama.

Ya, bisa jadi Komnas Perempuan mampu mengatasi persoalan individu yang menjadi korban. Namun, itu hanya bersifat personal. Satu perempuan lepas dari masalah, akan bermunculan lagi perempuan bermasalah lainnya. Hal itu terjadi karena perempuan dijadikan objek eksploitasi oleh sistem sekuler yang menuhankan body dan materi. Dengan demikian, berapa banyak pun Komnas Perempuan didirikan di berbagai negara, tidak akan efektif mengentaskan nasib perempuan kecuali mengganti sistem sekuler dengan sistem islam.

Pembela Sejati

Islam sangat melindunig perempuan. Sudah sering dijabarkan, betapa rasa kasih sayang Allah SWT tercermin dalam syariat Islam yang mengatur peran dan kedudukan seorang perempuan. Seperti perempuan sebagai manajer rumah tangga, sehingga lebih banyak beraktivitas di ruang privat. Hal ini mempersempit peluang terjadinya bentuk-bentuk eksploitasi, kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.

Kalaupun orang di lingkungan tempat tinggainya berpotensi melakukan kekerasan dan pelecehan, tetap jauh lebih kecil pepeluangnya dibanding perempuan itu dibiarkan berkeliaran dan dieksploitasi. Seperti kasus banyaknya TKW yang disiksa, bahkan dibunuh majikan. Semua tidak akan terjadi manakala TKW tersebut sudah ada yang menanggung nafkahnya sehingga tidak perlu bekerja.

Karena itu, sudah selayaknya para perempuan merindukan datangnya pemimpin yang benar benar peduli, menjadi pelindung dan pengayom kaumnya. Hal itu pernah dicontohkan di masa Khilafah. Dahulu, di masa keemasan Islam ada Seorang teladan abadi sepanjang masa. Ia adalah Khalifah Al ­Mutashim dari dinasti Bani Abbasiyah (833-842 Masehi). Kisah heroik Al-Mutashim dicatat dengan tinta emas sejarah islam dalam kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn Al-Athir. Peristiwa bersejarah itu terjadi 223 Hijriyah, dalam judul Penaklukan Kota Ammuriah.

Pada 837, Al-Mutashim Billah menyahut seruan seorang budak Muslimah dari bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar. Ia meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan kaum Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.

Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al Mutashim Billah dengan lafadz yang legendaris "Waa Mu'tashimaah! (Di mana kau Mutashim, tolonqlah aku!)” Mendapat laporan mengenai pelecehan ini, Sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di Baghdad hingga Kota Ammuriah (Turki).

Ribuan tentara Muslim bergerak pada April, 833 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah. Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selarna kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah Al-Mutashim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada Muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.

Setelah menduduki kota tersebut, Khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut. Saat berjumpa dengannya ia mengucapkan “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?” Dan sang budak wanila ini pun dibebaskan oleh khalifah serta orang Romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut. SubhanAllah?



*Bagi semua umat muslim, tolong bagikan tulisan ini. Terimakasih

Tidak ada komentar: